Ntvnews.id, Jakarta - Mantan pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (1/10/2024). Ia datang guna mengadukan nasib perempuan yang juga seorang ibu, yang hak asasinya diduga dilanggar oleh oknum aparat kepolisian.
Perempuan itu ialah advokat Ike Farida, yang diduga diperlakukan tak manusiawi saat ditangkap aparat Polda Metro Jaya. Kamaruddin datang bersama putri Ike, Alya.
Menurut Kamarudin, penangkapan kliennya oleh penyidik Polda Metro, selain tak manusiawi juga cenderung berlebihan.
"Saat penangkapan, klien kami ini diborgol dan ditindih empat polwan. Akibatnya tangan klien kami mengalami memar dan bibir klien kami mengeluarkan darah," ujar Kamaruddin.
Tak hanya itu, hijab Ike sampai terlepas hijab saat dilakukan penangkapan. Pihak keluarga sempat memasangkan kembali hijab tersebut.
"Ini penangkapan yang dilakukan penyidik Jatanras sangat lah berlebihan. Mereka mengerahkan 80 anggota untuk menangkap seorang warga negara yang berjuang untuk mendapatkan haknya," kata Kamarudin.
Menurut Kamaruddin, dalam perkara terkait, kliennya tidak pernah diperiksa oleh pihak kepolisian sampai sekarang. "Kecuali saya bujuk dahulu saat diperiksa pada tahun 2023," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, Ike tidak pernah dikonfrontir atau berhadapan langsung dengan para saksi dari pihak pengembang properti PG.
"Pihak kepolisian juga tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Ike Farida yaitu Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo. Ini merupakan pelanggaran pertama yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya," jelas Kamaruddin.
Selain itu, Ike juga dipaksa untuk menghadiri pengadilan di saat dirinya mengalami sakit keras. Kliennya sampai mengalami luka-luka akibat paksaan petugas.
"Kemudian di saat persidangan klien kami mengalami sakit keras, namun dipaksa digiring ke pengadilan dengan tangan juga merah-merah. Ini menurut kami kejahatan yang tidak bisa ditolerir, sehingga kamu mendatangi Komnas HAM untuk mendapatkan pembelaan," jelas dia.
Menurut dia, Ike sudah menang sembilan kali berperkara dengan pihak PG terkait pembelian apartemen, namun tetap saja Ike disidang dan ditahan.
Sementara menurut Alya, apa yang dilakukan pihak kepolisian kepada ibunya sangat tidak manusiawi.
"Penangkapannya parah sekali, banyak sekali polisi pada saat itu mama saya dengan badan yang kecil ditindih. Saat itu mama tidak boleh menelepon kuasa hukumnya. Sampai di Polda sudah mengalami lebam-lebam dan tidak dibolehkan visum. Dokter pribadi juga tidak diizinkan memeriksa, mereka menahan dengan alasan mama ingin kabur," ujar Alya seraya terisak.
Alya pun menegaskan, bahwa pihak keluarga tidak pernah ditembuskan surat penahanan. Saat di rutan, Ike juga berada di kamar yang dihuni oleh 20 orang tahanan wanita.
"Mama saya usianya hampir 60 tahun. Di dalam kamar tahanan hanya ada empat matras dibagi dengan sembilan wanita. Mama bilang tidur terlentang saja tidak bisa, kira-kira manusiawi nggak?," kata dia.
Alya sudah mengirim surat ke pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Polda Metro Jaya agar Ike dirawat pihak keluarga. Ia pun menjamin ibunya tidak akan melarikan diri.
"Saya jamin mama tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Karena saya tidak tega, kalau bisa saya yang menggantikan," tuturnya.
Atas peristiwa yang dialami Ike di dalam rutan, Alya sudah meneruskan surat ke Komnas Perempuan, Dirjen Pemasyarakatan, Kapolri dan kepada pihak terkait, namun tidak ada respon.
"Mama ada penyakit dalam, drop, dan muntah-muntah saat disuruh ke persidangan. Padahal tidak pernah ditembuskan surat untuk hadir ke persidangan, tapi tetap dipaksa oleh jaksa. Jaksa juga pernah menelepon rutan untuk mengeluarkan surat keterangan sehat agar mama saya hadir di persidangan. Saat hadir mama didorong dengan kursi roda, dan dalam keadaan tidak sadar," tandas Alya.