Ntvnews.id, Amerika Serikat - Debat pertama calon Wakil Presiden Amerika Serikat berlangsung sengit pada Selasa malam, lima pekan menjelang pemilihan. Tim Walz, cawapres dari Partai Demokrat, dan JD Vance, cawapres dari Partai Republik, saling melempar kritik tajam, terutama mengenai Donald Trump, imigrasi, Timur Tengah, dan isu aborsi.
Debat dimulai dengan Walz yang langsung menyerang Vance terkait pandangan masa lalunya tentang Donald Trump, Walz mengingatkan publik bahwa Vance sebelumnya pernah meragukan kelayakan Trump sebagai presiden.
Baca Juga:
Meet the Market: Inovasi Kanwil DJP Jakarta Pusat untuk Pemberdayaan UMKM Melalui Katalog Online
Tragis, Pelajar Sukoharjo Tewas Dikeroyok Warga dengan Tuduhan Klitih
"Orang yang paling dekat dengan Donald Trump ... mengatakan bahwa dia tak layak jadi presiden. Orang tersebut adalah Vance," kata Walz dikutip dari Antara.
Vance dengan cepat membantah klaim tersebut, mengakui bahwa dia dulu "salah menyimpulkan" Trump.
Last night, what JD Vance didn’t say said everything. pic.twitter.com/0vmMwr0f37
— Tim Walz (@Tim_Walz) October 2, 2024
"Donald Trump bekerja bagi rakyat Amerika. (Ia berhasil mewujudkan) kenaikan upah, kenaikan upah bersih, ekonomi yang berjalan bagi rakyat biasa, perbatasan selatan yang aman, maupun hal-hal lain, yang sejujurnya, saya pikir tidak akan bisa dia lakukan," ucap Vance.
Dalam topik kebijakan luar negeri, Walz menyatakan AS perlu mempertahankan kehadiran militer di Timur Tengah.
Namun, dia tampak menghindari jawaban tegas ketika ditanya apakah akan mendukung serangan Israel ke Iran, yang baru saja menembakkan ratusan rudal.
Sementara itu, Vance dengan jelas menyatakan bahwa ia akan mendukung sekutu AS seperti Israel dalam menghadapi musuhnya.
"Kita harus terus mendukung sekutu kita kapanpun mereka menghadapi orang-orang jahat," kata Vance.
Debat pun memanas ketika masuk pada isu imigrasi. Walz mengritik Trump, yang dulu menggagalkan rancangan undang-undang terkait perbatasan meski saat itu tercapai kesepakatan antara Partai Republik maupun Partai Demokrat di Senat AS.
Vance membalas serangan Walz dengan terus mengungkit kebijakan perbatasan Presiden Joe Biden dan Wapres Kamala Harris yang ia sebut lemah karena membuat jutaan imigran ilegal, termasuk penjahat, bisa menyeberang ke AS.
Beralih ke topik aborsi, Walz menyerang pemerintahan Trump yang memberi ruang untuk Mahkamah Agung AS membatalkan putusan yang mengizinkan aborsi pada 2022. Saat itu, MA memutuskan bahwa legalitas aborsi harus ditentukan pemerintah negara bagian.
Cawapres dari Partai Demokrat itu menegaskan bahwa apabila Partai Demokrat memenangi pemilu, pemerintahan baru akan menjadikan hak atas aborsi sebagai kebijakan pemerintah federal.
"Bagaimana kita sebagai sebuah bangsa bisa menyatakan bahwa nasib dan hak rakyat, seperti hak untuk menentukan apa yang kita inginkan pada tubuh sendiri, ditentukan berdasarkan garis wilayah?" kata Walz.
Sementara, Vance menyatakan mengembalikan keputusan terkait legalitas aborsi ke negara-negara bagian merupakan hal yang tepat.
"Biarkan para pemilih yang memutuskan, biarkan masing-masing negara bagian menetapkan kebijakan aborsi mereka sendiri," kata dia.