Ntvnews.id, New York - Dalam sebuah forum internasional, Netanyahu menampilkan dua peta yang menggambarkan Israel dan kawasan sekitarnya, di mana tidak ada referensi atau wilayah yang menunjukkan Palestina.
Usaha Israel untuk mengubah tatanan kekuasaan regional serta merestrukturisasi peta politik sudah berlangsung lama. Namun, semakin rumitnya dinamika kawasan serta eskalasi konflik pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang diikuti oleh serangan Israel ke Gaza selama setahun terakhir, membuat banyak pihak di Israel merasa bahwa tujuan tersebut kini semakin mungkin tercapai.
Peta Israel yang kontroversial
Dilansir dari BBC, Sabtu, 12 Oktober 2024, saat berbicara di Sidang Umum PBB, Netanyahu memperlihatkan dua peta.
Baca Juga: Tentara Sri Lanka Terluka Usai Israel Serang Markas UNIFIL
Peta pertama menampilkan wilayah-wilayah berwarna hijau yang terdiri dari negara-negara yang telah memiliki perjanjian damai atau tengah dalam proses normalisasi hubungan dengan Israel, seperti Mesir, Sudan, UEA, Arab Saudi, Bahrain, dan Yordania.
Peta kedua memperlihatkan wilayah-wilayah berwarna hitam, yang digambarkan Netanyahu sebagai wilayah "kutukan," mencakup Iran dan sekutunya di kawasan tersebut: Suriah, Irak, Yaman, dan Lebanon.
PM Israel Benjamin netanyahu Usul Peta Baru Timur Tengah (Istimewa)
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengomentari hal ini, memperingatkan akan "ambisi penuh kebencian Israel" dan menuduh bahwa Israel memiliki keinginan untuk memperluas kontrolnya hingga wilayah di antara Sungai Tigris dan Efrat, di luar Gaza.
Yezid Sayigh, seorang peneliti senior di Carnegie Middle East Center, skeptis bahwa ambisi Netanyahu ini mencerminkan tujuan nyata jangka pendek. Ia berpendapat bahwa proyek Netanyahu saat ini lebih berfokus pada penjajahan sisa wilayah Palestina, yang terbukti melalui ekspansi permukiman Israel di Tepi Barat.
Baca Juga: Timnas Indonesia Dicurangi Wasit di Bahrain, Netizen: Semoga Kilang Minyak Lu Dirudal Israel
Israel terus memperluas permukiman meskipun menghadapi kritik dari dunia Arab dan internasional, dan sejumlah menteri dalam pemerintahan Israel saat ini tidak lagi percaya pada solusi dua negara, menjauhkan prospek negara Palestina sejak Perjanjian Oslo 1993.
David Schenker, peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy, menyebut bahwa "Pandangan Israel terhadap Timur Tengah yang baru adalah wilayah yang bebas dari ancaman Iran." Meskipun demikian, Schenker ragu bahwa Amerika Serikat akan mendukung peta Israel yang tidak mencakup wilayah Palestina.