Ntvnews.id, Jakarta - Media sosial tengah dihebohkan dengan kabar Ipda Rudy Soik yang dipecat dari jabatannya di Polda NTT. Hal tersebut dilakukan setelah dirinya membongkar mafia BBM ilegal yang terjadi di kawasan Kupang, NTT, beberapa waktuu lalu.
Tak terima dengan keputusan itu, Rudy menyoroti fakta bahwa penimbun BBM tersebut memiliki hubungan dekat dengan anggota Paminal Propam Polda NTT. Ia mengungkapkan bahwa Ahmad pernah menyuap seorang anggota Shabara Polda NTT sebesar Rp 30 juta.
"Anehnya, oknum anggota Shabara yang diproses secara disiplin, tetapi Ahmad tidak diproses pidana," ujar Rudy dalam keterangan resminya baru-baru yang dilansir dari video yang beredar di YouTube pada Senin, 14 Oktober 2024.
Ipda Rudy Soik (Instagram)
Rudy menegaskan bahwa pemasangan garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal merupakan bagian dari proses penyelidikan. Kini, Rudy mempertanyakan alasan dirinya dijadikan dasar pemberatan untuk dipindahkan ke Papua, padahal tindakannya dilakukan berdasarkan perintah atasan.
"Dalam menjalankan tugas ini, bukan kehendak saya, tetapi atas perintah atasan. Namun, mengapa saya yang disalahkan?" tanya Rudy.
Rudy merasa bahwa pemindahannya ke Papua terkesan bersifat diskriminatif, dan bahwa dirinya sudah berupaya menyelamatkan NTT dari mafia BBM dan perdagangan manusia.
"Kenapa hal ini dijadikan alasan pemberatan agar saya dimutasi ke daerah operasi militer di Papua atau Polda Papua?" lanjut Rudy.
Ipda Rudy Soik (Akun Instagram @update_pinrang_terkini)
Sebagai informasi, berita mengenai pemecatan Rudy Soik telah dibenarkan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Ariasandy. Ariasandy mengatakan bahwa Rudy diberhentikan karena melanggar kode etik profesi Polri.
Arisandy menyebut soal ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar yang berlokasi di Kelurahan Alak dan Fatukoa, Kota Kupang.
Rudy, menurutnya, melanggar Pasal 13 ayat 1 dan Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 5 Ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) serta huruf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.