Ntvnews.id, Jakarta - Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara (lahir 10 Maret 1977) adalah seorang pengusaha, investor dan konsultan, serta Veteran TNI-AD. Ia lulusan terbaik Akademi Militer tahun 1999, peraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa dari Presiden Republik Indonesia,[2] dan dikenal sebagai pakar dalam bidang Kavaleri.
Suryanagara memulai karier sebagai Komandan Peleton di Yonkav 8-Tank/Kostrad hingga menjadi Perwira Seksi Operasi. Lalu, ia dipindahkan ke Aceh untuk membentuk satuan baru, Yonkav 11/Kodam Iskandar Muda.
Periode itu, ia lebih banyak bertugas di medan tempur, selama tiga tahun; Operasi Rencong pada tahun 2003 dan Operasi Pemulihan Keamanan tahun 2004.Setelah Tsunami yang membawa berkah perdamaian di Aceh, penugasan beralih ke Operasi Bantuan Kemanusiaan pada tahun 2005.
Tahun 2006, Suryanagara terpilih sebagai penjaga perdamaian di Lebanon,melalui Kontingen Garuda-XXIII A/UNIFIL. Ia juga terpilih menjadi perwakilan UNIFIL (bersama perwira India dan Polandia) sebagai pembawa bendera PBB dalam Hari Nasional Italia tahun 2007, di Roma Italia.
Pulang dari Lebanon, Suryanagara ikut membidani dan membangun Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP TNI) di Sentul, Bogor. Tahun 2010, Mabes TNI menugaskan Suryanagara sebagai Instruktur Internasional pertama TNI,di bidang Misi Pemeliharaan Perdamaian. Bersama instruktur dari Jerman dan Australia, ia melatih 35 perwira dari 11 negara, di New Castle, Australia.
Saat mengembangkan PMPP TNI, Suryanagara juga ditugaskan sebagai staf pimpinan di Mabes TNI. Baik sebagai Staf Pribadi Kasum TNI, maupun Panglima TNI. Sebelum akhirnya ia ditarik ke Istana Negara untuk membantu tugas-tugas kepresidenan. Pada masa itu, Suryanagara juga diberi kesempatan menjadi wakil TNI dalam Program "The Young Future Leader dari Pemerintah Australia tahun 2012, dan dari Pemerintah Korea Selatan tahun 2013.
Selain aktif sebagai perwira lapangan melalui penugasan operasi dalam dan luar negeri, menulis menjadi hobi yang ditekuni Suryanagara, seperti tulisan yang berjudul "TNI AD menjadi tentara kelas dunia, mungkinkah?" yang diterbitkan majalah Jurnal Yudhagama Vol 33 No.I, Edisi Maret 2013.
Beberapa tulisan sebelumnya adalah; Membangun Sikap Kewaspadaan Generasi Muda (2002). Pendayagunaan Public Relations TNI untuk mengembalikan Citra TNI di masa depan (2002), Konsepsi Teritorial bagi Satuan Kostrad (2003), Konsepsi Penyelesaian Konflik Aceh secara Damai (2004), Strategi Public Relations TNI di Daerah Operasi Tempur (2005), dan TNI dan Bencana Alam: Upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bencana (2006). Melalui tulisan-tulisan itu, Suryanagara mendapatkan penghargaan sebagai penulis terbaik di tingkat Kostrad, TNI AD dan TNI.
Tidak hanya mengisi ruang pemikiran di internal TNI, Suryanagara juga menuangkan pemikiran dan gagasannya di surat kabar nasional, sejak berpangkat Kapten. Tulisan pertamanya di harian nasional adalah "Negosiasi Secangkir Kava di Sirec" (2010, Kompas), dan "Australia, Indonesia formalizing military diplomacy" (2012, Jakarta Post).