Ntvnews.id, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra memutuskan mundur sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (Ketum PBB). Keputusan mundur disampaikan Yusril dalam Sidang Musyawarah Dewan Partai (MDP) yang diselenggarakan di DPP PBB Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu (18/5/2024). Bukan cuma itu, Yusril ternyata juga keluar dari PBB.
Yusril menjelaskan, usai keluar dari PBB ia akan tetap terlibat secara intens baik sebagai akademisi maupun sebagai profesional di bidang hukum dan pemerintahan.
Menurut dia, dengan membebaskan diri dari ikatan partai, ia akan lebih leluasa bergerak dan berbuat.
"Katakanlah saya dapat bertindak sebagai seorang negarawan yang mengatasi segala paham dan golongan untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Yusril, Minggu (19/5/2024)
"Dalam kondisi seperti itu, saya bisa berbuat optimal menggunakan segala kemampuan dan keahlian untuk ikut memecahkan persoalan-persoalan bangsa, katakanlah dalam membangun kehidupan hukum, demokrasi dan konstitusi, tanpa beban anggapan memperjuangkan kepentingan partisan," imbuhnya.
Yusril mengakui keterikatan dirinya dengan PBB tak bisa dilepaskan begitu saja. Tapi, kata dia, selama menjabat ketum, dirinya sudah sering menyampaikan pandangan terkait aspek konstitusi, hukum hingga demokrasi dan tak mewakili PBB.
"Tentu jejak keterkaitan historis saya dengan PBB yang menganut ideologi modernisme Islam tidak akan terhapus begitu saja," ucap Yusril.
"Selama ini pun, meskipun ketika saya masih menjabat Ketua Umum PBB, pandangan-pandangan saya mengenai soal konstitusi, hukum dan demokrasi adalah pandangan profesional akademisi, tidak mencerminkan pandangan partisan. Apalagi ketika saya berada di luar partai, profesionalitasnya tentu akan lebih mengedepan," sambungnya.
Terkait kabar bahwa mundurnya ia karena akan menduduki posisi jaksa agung di pemerintahan selanjutnya, Yusril membantah. Yusril pun menjelaskan alasannya. "Saya tidak memenuhi syarat jadi Jaksa Agung," ucap Yusril.
Sementara, Sekjen PBB Afriansyah Noor mengisahkan keputusan Yusril mundur dari PBB sempat memantik gejolak di internal. Sempat ada perdebatan mengenai mekanisme pemilihan penjabat (Pj) ketum apakah akan dilakukan dengan aklamasi atau pemilihan suara (voting).
"Oleh karena itu, ketika mundur harus menunjuk Pj ketua umum yang akan menyiapkan pelaksanaan Muktamar atau transisi. Jadi pelaksanaannya itu ketika beliau mengatakan mundur itu kita mendadak, saya pribadi, 'Waduh, ini gimana'. Akhirnya kita lihat AD/ART, bagaimana prosedurnya. Jadi bisa aklamasi, tapi kalau tidak suara sama itu bisa voting," ujar Afriansyah.
"Ketika dia minta aklamasi menunjuk ketua mahkamah partai, Pak Fahri Bachmid, teman-teman pendukung saya tidak mau, mereka ingin sudahlah kita pemilihan saja kan 49 orang, nggak lama. Dalam hal menentukan aklamasi dan voting ini berdebat kencanglah, seru. Akhirnya saya bilang ke Bang Yusril, 'Bang, voting aja. Jadi siapa pun yang terpilih kita mendukung. Kalau aklamasi kan kesannya memaksakan kehendak'. Akhirnya Bang Yusril setuju. Saya bilang ketika saya kalah saya akan mendukung keputusan hasil voting," imbuhnya.
Usai voting, Fahri Bachmid akhirnya terpilih menjadi Penjabat Ketum PBB. Fahri Bachmid mendapat dukungan 29 suara, sementara Afriansyah Noor memperoleh dukungan 20 suara.