Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) diperiksa Propam terkait penetapan tersangka guru SD Supriyani. Guru Supriyani ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menganiaya murid SD kelas 1 yang diketahui sebagai anak polisi.
Supriyani sempat ditahan sejak Jumat (19/10/2024). Kemudian penahanan Supriyani ditangguhkan dan keluar dari Lapas Perempuan Kendari pada Selasa (22/10/2024)
Pemeriksaan dilakukan tim dari Polda Sultra yang ditugaskan mengungkap fakta sebenarnya dalam kasus yang dialami oleh guru honorer tersebut. Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh menjelaskan, saat ini sudah ada sejumlah pihak yang diminta keterangan dalam kasus ini.
Mereka yakni sejumlah personel Polsek Baito dan pihak yang mengetahui kejadian pemukulan yang dituduhkan ke guru SD tersebut.
"Sudah (ada pemeriksaan), semuanya diperiksa masyarakat juga anggota," ujarnya, Kamis (24/10/2024).
Ia mengatakan anggota polisi yang terlibat juga saat ini masih diminta keterangan terkait proses penyidikan kasus guru Supriyani sudah sesuai SOP atau tidak.
Keterangan polisi dan saksi lain nantinya akan dikumpulkan tim dengan pantauan langsung Propam dan Inspektorat Pengawas Daerah (Itwasda) Polda Sultra.
"Masih didalami mas di bawah Itwasda," ucap Sholeh.
Soal jumlah personel dan saksi yang diperiksa, ia belum bisa mengungkapkan.
Diketahui, oknum penyidik Polsek Baito disebut mendesak Supriyani agar mengaku memukuli muridnya. Tapi, Supriyani enggan melakukan hal tersebut. Supriyani terus ditelpon dan dibujuk agar mau mengakui tuduhan tersebut.
"Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah. Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu," ujar Supriyani.
Selama 16 tahun menjadi guru honorer, baru kali ini Supriyani berurusan dengan hukum. Ia mengaku heran dituduh memukul korban padahal tak mengajar di kelasnya.
"Saya berada di Kelas 1B sementara anak itu berada di dalam Kelas 1A. Jadi tidak ketemu di hari itu," kata dia.
Pihak korban menawarkan jalur damai dengan syarat membayar uang Rp50 juta. Nominal tersebut diucapkan kepala desa saat proses mediasi. "Pak desa yang tadinya menawarkan ke orangtua, murid tapi orangtuanya tidak mau kalau di bawah Rp50 juta, dia minta siapnya Rp50 juta," kata dia.
Sidang perdana kasus guru aniaya murid tersebut telah digelar pada Kamis (24/10/2024).