Doncast: Anggota Komisi Yudisial: Kalau Mau Kaya Jangan jadi Hakim

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Okt 2024, 14:05
Ramses Manurung
Penulis & Editor
Bagikan
Anggota Komisi Yudisial, Profesor Mukti Fajar Nur Dewata dalam acara DonCast di NusantaraTV/tangkapan layar NTV Anggota Komisi Yudisial, Profesor Mukti Fajar Nur Dewata dalam acara DonCast di NusantaraTV/tangkapan layar NTV

Ntvnews.id, Jakarta - Ditangkapnya tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya karena diduga menerima suap dibalik vonis bebas terdakwa Ronald Tannur atas kasus penganiayaan yang menewaskan Dini Sera Afrianti seolah mencoreng lembaga peradilan.

Fakta tersebut tentu sangat miris. Padahal selama ini Komisi Yudisial (KY) yang merupakan lembaga pengawas terhadap kekuasaan kehakiman telah melakukan berbagai upaya untuk bisa menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim.

"Jadi tugas KY menjaga martabat perilaku hakim dan sebagainya. Satu pengawasan, nah ini diterjemahkan dalam undang-undang. Kalau dia macam-macam. Dia ada upaya-upaya menyimpang kita awasi. Kita pantau," kata Anggota Komisi Yudisial, Profesor Mukti Fajar Nur Dewata dalam acara DonCast di NusantaraTV yang dipandu dua jurnalis senior NusantaraTV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis (24/10/2024).

"Yang kedua kita lindungi kalau ketika independensinya diintervensi. Diancam. Termasuk juga ketika diberi iming-iming . Mereka harus lapor," imbuhnya.

"Ada yang lapor Prof?" tanya Donny de Keizer.

"Sementara belum," jawab jawab Prof Mukti.

Mukti menyatakan KY terus mengkampanyekan kepada para hakim untuk menjaga marwahnya sebagai pengadil.

"Saya sampaikan berarti bapak-bapak kalau ditawarin bapak-bapak itu barang dagangan. Putusan bapak itu barang dagangan bisa dibeli," ujar Mukti.

"Padahal marwah bapak itu pada putusan bapak yang adil," lanjutnya.

"Bakan saya bolak-balik ngomong yang kemudian banyak hakim engga setuju. Kalau mau kaya jangan jadi hakim," imbuhnya.

Menurut Mukti meski relatif, para hakim pasti bisa menikmati hidup yang wajar secara kesejahteraan.

"Bahwa anda akan hidup wajar. Pasti. Apalagi kalau meningkat dari hakim pengadilad negeri ke pengadilan tinggi menjadi hakim agung. Kan pasti ada ada renumerasi yang meningkat. Pasti layak dong hidupnya. Enggak usah cari-cari yang macam-macam," tuturnya.

"Kedua standard hakim saya kalau anda memang pengen jadi hakim anda harus sejak awal bahwa standar sosial etik anda itu lebih tinggi dari masyarakat biasa," sambungnya.

"Contoh saja. Misalnya ini saya omongin kalau lawyer (pengacara). Mungkin yang kita lihat di IG lawyer kalau menang kasus kemudian pesta-pesta. Hakim pesta engga boleh, dugem engga boleh. Memang standarnya," tambahnya.

Mukti menyebut KY juga berfokus untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan para hakim. Bersama dengan Mahkamah Agung mendiskusikan soal gaji, fasilitas kesehatan hingga perumahan.

Bahkan kata Mukti, KY memiliki program PKKH atau peningkatan kesejahteraan dan kapasitas hakim.

"Kita adakan pelatihan-pelatihan dan studi kasus," ucapnya.

Mukti mengungkapkan dalam menjalankan tugasnya sebagai pengadil hakim juga sering mendapat ancaman baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Untuk itu, KY bekerja sama dengan kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada para hakim.

"Di Bengkalis ada hakim yang diteror dalam bentuk dilempar bangkai ke rumahnya. Kemudian di Banyumas ada hakim yang mobilnya dirusak," ungkapnya.

Guna mencegah terjadinya kasus serupa seperti yang menimpa para oknum hakim yang terjerat kasus suap dalam kasus Ronald Tannur. Mukti pun mengimbau kepada para hakim untuk menjaga marwahnya sebagai pengadil.

"Mungkin sekadar mengingatkan kepada teman-teman hakim, para Yang Mulia bahwa anda harus punya kesadaran penuh sebagai seorang hakim di mana hakim itu adalah seorang pengadil bukan sekadar pelaksana tugas bukan sekadar profesi tapi anda adalah seorang pengadil yang putusan-putusannya itu akan menjadi mahkota anda dan menjadi warisan legacy anda," pungkasnya.

x|close