Ntvnews.id, Jakarta - Kepulauan Banda Naira di Maluku Tengah bukan hanya dikenal sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai saksi bisu sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini pernah menjadi tempat pengasingan bagi beberapa tokoh penting, seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Iwa Kusuma Sumantri, dan Dr. Cipto Mangunkusumo.
Rumah-rumah pengasingan yang ada di Banda kini telah ditetapkan sebagai cagar budaya, dan keberadaannya menjadi bukti penting bagi peningkatan kesadaran nasionalisme serta cinta tanah air.
Dalam rangka memanfaatkan potensi sejarah Banda Naira, program Literasi Museum: Penyusunan Narasi Museum di Kepulauan Banda digelar. Program ini merupakan kolaborasi berbagai pihak, termasuk Universitas Indonesia, Yayasan Cilu Bintang, Pesona Desa, dan sejumlah komunitas lokal di Banda Naira. Program tersebut didukung oleh Direktorat Kemahasiswaan Universitas Indonesia melalui skema Hibah Dana Kepedulian terhadap Masyarakat.
Dipimpin oleh Dr. Ali Akbar, dosen Program Pascasarjana Arkeologi FIB UI, bersama Asri Hayati Nufus dan tim dari Departemen Arkeologi dan Sejarah FIB UI, program ini bertujuan untuk:
Salah satu fokus utama program ini adalah Rumah Pengasingan Bung Hatta. Selain sebagai Proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia, Bung Hatta juga dikenal sebagai penggagas Sekolah Sore bersama Sutan Sjahrir di Banda, yang kemudian menjadi cikal bakal Sekolah Rakyat.
Pelestarian Sejarah dan Nilai Nasionalisme Melalui Literasi Museum di Banda Naira (Istimewa)
Rangkaian kegiatan berlangsung pada 13–22 Agustus 2024 dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk perwakilan desa di Kepulauan Banda, mahasiswa Universitas Banda Naira, serta pegiat budaya lokal. Kegiatan ini dimulai dengan sosialisasi kepada berbagai lembaga terkait, seperti Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XX dan komunitas budaya di Banda Naira.
Puncak acara berlangsung pada 18 Agustus 2024, diawali dengan Sosialisasi Kuratorial Museum di Aula Cilu Bintang, diikuti dengan pencatatan koleksi di Rumah Pengasingan Bung Hatta. Selanjutnya, ada sesi Sekolah Sore yang memperkenalkan Bung Hatta kepada anak-anak usia SD dan SMP melalui kunjungan langsung ke rumah pengasingan dan kegiatan menggambar bertema nasionalisme.
Program ini diakhiri dengan Kuliah Umum bertajuk "Banda di Masa Megalitikum" yang disampaikan oleh Dr. Ali Akbar. Dalam kuliah ini, ia membahas temuan arkeologis tentang tinggalan megalitik di Pulau Lonthoir, Naira, dan Karaka.
Harapannya, program literasi museum ini tidak hanya meningkatkan kesadaran sejarah, tetapi juga memupuk rasa cinta terhadap museum dan pelestarian nilai-nilai budaya sebagai bagian dari identitas nasional Indonesia.