Ntvnews.id, Jakarta - Sidang lanjutan kasus sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa menghadirkan ahli dalam sidang tersebut.
Adapun ahli yang dihadirkan Jaksa adalah Angga Yuda Prawira dari Kanwil BPN DKI Jakarta dan Faturohman dari KUA Makasar Jakarta Timur, serta ahli digital forensik, Saji Purwanto.
Dalam keterangannya, Saji menjelaskan dia yang memeriksa barang bukti elektronik yang disita dari saksi Nurindah Melati Monika Simbolon, salah satunya adalah telpon genggam.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui percakapan antara Nurindah dengan Ike Farida dalam rentang waktu Februari - Desember 2020, yang pada pokoknya berhubungan dengan pengajuan memori peninjauan kembali dan sidang sumpah novum Ike Farida yang diwakili Nurindah.
“Saya memeriksa percakapan whatsapp group (WAG) antara Nurindah dengan anggota group yang membicarakan permohonan memori peninjauan kembali dan sidang sumpah novum”, kata Saji Purwanto, Kamis, 31 Oktober 2024.
Di WAG tergambar bahwa Nurindah, Kuasa Hukum Ike Farida pada saat itu secara rutin memberikan laporan, meminta pendapat dan meminta persetujuan terkait langkah-langkah yang akan atau telah dilakukannya sehubungan dengan pengajuan peninjauan kembali dan sidang sumpah novum.
Nurindah selaku kuasa hukum digambarkan selalu berkordinasi dan minta persetujuan kepada seseorang yang dipanggil Sensei (dalam bahasa Jepang berarti guru).
Sensei ini juga terdengar sebagai sorok pimpinan yang mengontrol setiap tindakan Nurindah. Ahli menyebut bahwa Sensei ini tidak lain adalah terdakwa Ike Farida.
Sementara dalam keterangan ahli Angga Yuda Prawira menyampaikan bahwa Surat Kanwil BPN DKI Jakarta tanggal 27 November 2015 merupakan balasan terhadap surat dari Kantor Pengacara Isdawati, SH & Rekan tertanggal 11 November 2015.
Surat inilah yang dijadikan bukti gugatan wanprestasi oleh Ike Farida kepada pengembang tahun 2015 dan dijadikan sebagai bukti baru atau novum oleh Ike Farida pada saat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali pada tahun 2020.
Kemudian keterangan saksi Faturohman mengatakan bahwa pencatatan pernikahan Ike Farida pada tahun 1995 tidak menyertakan perjanjian perkawinan pisah harta dengan suaminya yang berwarga negara asing, namun baru pada tahun 2017 Ike Farida mendaftarkan akta perjanjian perkawinan di KUA Kecamatan Makasar Jakarta Timur.
Menanggapi keterangan ahli tersebut, kuasa hukum Ike Farida berusaha mementahkan keterangan ahli dengan m menyatakan bahwa antara isi percakapan hasil uji forensik ahli dengan data percakapan yang dimiliki oleh Ike Farida terdapat perbedaan.
“Mengapa terdapat perbedaan isi percakapan antara yang saudara ahli sampaikan dengan data yang kami punya, apakah saudara ahli merubah isi percakapan tersebut,” kata Kuasa Hukum Ike Farida, Agustrias Andhika.
Ahli menjelaskan bahwa yang dipegang oleh kuasa hukum Ike Farida hanya berbentuk resume, sedangkan yang ahli sampaikan adalah kutipan percakapan yang sesuai aslinya. Majelis Hakim meminta ahli menunjukkan secara langsung isi percakapan lengkap dari komputer ahli, kemudian keterangan ahli dilanjutkan lagi.
Sebagaimana diketahui bahwa perkara Ike Farida dengan Pengembang diawali tahun 2012 ketika Ike Farida tidak bisa membuat PPJB dan AJB dikarenakan suaminya warga negara asing dan diantara mereka tidak memiliki perjanjian perkawinan pisah harta.
Ketentuan Perjanjian Perkawinan tersebut diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang pokoknya menyatakan bahwa perjanjian perkawinan bisa dibuat pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
Kemudian pada tahun 2016, setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2016, isi Pasal 29 Ayat (1) berubah menjadi perjanjian perkawinan bisa dibuat pada saat, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan.
Perubahan tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Ike Farida membuat perjanjian perkawinan pisah harta dengan suaminya pada tahun 2017.
Namun, karena perkara pesanan unit apartemen antara Ike Farida dengan pengembang terjadi pada tahun 2012, dan gugatan wanprestasi berlangsung pada tahun 2015, maka perjanjian perkawinan tersebut tidak bisa diberlakukan mundur, sehingga upaya banding yang memasukkan bukti akta perjanjian perkawinan tetap ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tahun 2018.