Ntvnews.id, Washington DC - Korea Utara (Korut) mengirimkan sekitar 10 ribu tentara dari Pyongyang untuk membantu Rusia melawan pasukan Ukraina. Merespons tindakan ini, pimpinan pertahanan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) mendesak Korut untuk menarik pasukannya dari Rusia.
Dilansri dari AFP, Jumat, 1 November 2024, Rusia dan Korut telah memperkuat hubungan politik dan militer mereka selama berlangsungnya perang. Namun, pengiriman pasukan Korut ke medan pertempuran melawan Ukraina dinilai akan menimbulkan eskalasi signifikan dan meningkatkan kekhawatiran internasional.
"Saya menyerukan agar mereka menarik pasukan mereka dari Rusia," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dari Pentagon, didampingi oleh Menteri Pertahanan Korsel, Kim Yong-hyun.
Baca Juga: Korut Ubah Konstitusi untuk Jadikan Korsel Musuh, Ini Penjelasannya
Austin menyatakan bahwa AS akan terus bekerja sama dengan sekutu dan mitra untuk mencegah Rusia memanfaatkan pasukan tersebut dalam pertempuran.
Kim menambahkan bahwa pengerahan pasukan Korut "berpotensi meningkatkan ancaman keamanan di Semenanjung Korea" karena kemungkinan besar Pyongyang akan meminta kompensasi berupa transfer teknologi dari Rusia, seperti teknologi senjata nuklir taktis, rudal balistik antarbenua, dan satelit pengintai, sebagai imbalan atas bantuan militernya.
Namun, Kim tidak mengumumkan perubahan pada kebijakan Korsel yang melarang penjualan senjata ke zona konflik aktif, termasuk Ukraina. Sebelumnya, AS dan Ukraina telah meminta Korsel untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
"Saat ini, belum ada keputusan pasti," kata Kim saat ditanya apakah ada rencana bagi Korsel untuk secara tidak langsung memasok amunisi ke Ukraina.
Pentagon mengumumkan bahwa "sejumlah kecil" pasukan Korut telah dikerahkan di wilayah Kursk, Rusia, tempat Ukraina melakukan serangan darat sejak Agustus.
Baca Juga: Ngeri, Korut Lakukan Kebijakan Ini Soal Nuklir
Gedung Putih menyatakan bahwa pasukan Korut di medan tempur akan menjadi "sasaran militer yang sah" jika mereka berperang melawan Ukraina.
Jika pasukan Korut "terlibat bersama tentara Rusia dan menyerang tentara Ukraina, Ukraina berhak membela diri," tegas Austin.
Mereka akan dianggap "pihak yang berperang bersama, dan ada banyak alasan untuk percaya bahwa mereka bisa terluka atau tewas dalam pertempuran," tambahnya.
Korut menyangkal telah mengirim pasukan ke Rusia, tetapi wakil menteri luar negeri mereka menyatakan bahwa jika pengerahan terjadi, hal tersebut dianggap sesuai dengan norma-norma internasional.
Baik Korut maupun Rusia menghadapi sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan Pyongyang dijatuhi sanksi terkait program senjata nuklirnya dan Moskow atas perang Ukraina.
Pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri Korut Choe Son Hui berada di Moskow untuk melakukan pembicaraan "strategis" dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, sementara diplomat tinggi Tiongkok, Wang Yi, membahas krisis Ukraina dengan wakil menteri luar negeri Rusia di Beijing.