Ini Kronologi Kasus Korupsi yang Menjerat Eks Dirjen Perkeretaapian Prasetyo Boeditjahjono

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Nov 2024, 09:30
Moh. Rizky
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono (rompi merah muda). (Antara) Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono (rompi merah muda). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Prasetyo Boeditjahjono ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ini terkait kasus dugaan korupsi pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan di tahun 2017-2023.

Prasetyo ditangkap Tim Intelijen Kejagung atau Satgas SIRI, pada Minggu, 3 November 2024 sekitar pukul 12.55 WIB di Hotel Asri Sumedang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penanganan kasus ini telah dilakukan sejak 4 Oktober 2023.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, kasus ini bermula saat Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan melaksanakan pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera Railways yang salah satunya adalah pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa pada 2017-2023. Jalur kereta api yang menghubungkan Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Aceh itu, menghabiskan  anggaran sebesar Rp1,3 triliun, yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

"Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, Saudara PB memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Terdakwa Nur Setiawan Sidik, yang masih dalam proses persidangan, memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada Kuasa Pengguna Anggaran (Saudara NSS) agar memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang," ujar Harli, Senin (4/11/2024).

Kemudian, Ketua POKJA Pengadaan Rieki Meidi Yuwana, yang saat ini telah jadi terdakwa, atas permintaan KPA atau NSS, melaksanakan lelang konstruksi tanpa dilengkapi dengan dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui oleh pejabat teknis. Serta, pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaannya, bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.

Dalam pelaksanaan konstruksi, diketahui bahwa pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan (FS). Tidak terdapat dokumen Penetapan Trase Jalur Kereta Api yang dibuat oleh Menteri Perhubungan, serta KPA, PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas, serta dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan.

"Sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan daya dukung tanah sehingga tidak bisa berfungsi," paparnya.

"Dalam proyek pembangunan jalur kereta api itu Saudara PB mendapatkan fee melalui PPK Terdakwa Akhmad Afif Setiawan, yang masih dalam proses persidangan sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar," imbuh Harli.

Akibat perbuatan Prasetyo, menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa mengalami total lost atau tidak dapat difungsikan. Sehingga, menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar lebih dari Rp1,1 triliun.

"Ini berdasarkan laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-464/D5/02/2024 tanggal 13 Mei 2024," kata dia.

Selanjutnya, berdasarkan alat bukti yang cukup, pada Minggu, 3 November 2024 pukul 18.30 WIB, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik pada Jampidsus.

Ia lalu ditahan di Rumah Tanahan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung, selama 20 hari ke depan.

Prasetyo dijerat Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," tandas Harli.

x|close