Gegara Dikorupsi Eks Dirjen Kemenhub, Jalur KA Besitang-Langsa Nggak Bisa Dipakai

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Nov 2024, 09:33
Moh. Rizky
Penulis
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Ilustrasi jalur kereta api. (Antara) Ilustrasi jalur kereta api. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Eks Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Prasetyo Boeditjahjono (PB) ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ini gara-gara kasus dugaan korupsi pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan di tahun 2017-2023.

Kerugian negara dalam kasus itu lebih dari Rp1,1 triliun. Menurut Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, gara-gara dugaan korupsi ini, jalur kereta api Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Aceh, tak bisa digunakan.

"Akibat perbuatan Saudara PB tersebut menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa mengalami total lost atau tidak dapat difungsikan," ujar Harli, Senin (4/11/2024).

Prasetyo ditangkap Tim Intelijen Kejagung atau Satgas SIRI, pada Minggu, 3 November 2024 sekitar pukul 12.55 WIB di Hotel Asri Sumedang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penanganan kasus tersebut telah dilakukan sejak 4 Oktober 2023.

Adapun kasus korupsi ini bermula saat Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan melaksanakan pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera Railways yang salah satunya adalah pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa pada 2017-2023. Jalur kereta api itu menghabiskan anggaran sebesar Rp1,3 triliun, yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

"Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, Saudara PB memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Terdakwa Nur Setiawan Sidik, yang masih dalam proses persidangan, memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada Kuasa Pengguna Anggaran (Saudara NSS) agar memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang," papar Harli.

Kemudian, Ketua POKJA Pengadaan Rieki Meidi Yuwana, yang saat ini telah jadi terdakwa, atas permintaan KPA atau NSS, melaksanakan lelang konstruksi tanpa dilengkapi dengan dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui oleh pejabat teknis. Serta, pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaannya, bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.

Dalam pelaksanaan konstruksi, diketahui bahwa pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan (FS). Tidak terdapat dokumen Penetapan Trase Jalur Kereta Api yang dibuat oleh Menteri Perhubungan, serta KPA, PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas, serta dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan.

"Sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan daya dukung tanah sehingga tidak bisa berfungsi," paparnya.

"Dalam proyek pembangunan jalur kereta api itu Saudara PB mendapatkan fee melalui PPK Terdakwa Akhmad Afif Setiawan, yang masih dalam proses persidangan sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar," imbuh Harli.

Berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian oleh BPKP, negara merugi lebur dari Rp1,1 triliun akibat dugaan korupsi ini. Selanjutnya, berdasarkan alat bukti yang cukup, pada Minggu, 3 November 2024 pukul 18.30 WIB, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik pada Jampidsus.

Ia lalu ditahan di Rumah Tanahan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung, selama 20 hari ke depan.

Prasetyo dijerat Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," tandas Harli.

x|close