Ntvnews.id, Seoul - Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat menggelar latihan udara gabungan yang melibatkan pesawat pengebom sebagai respons terhadap uji coba rudal jarak jauh terbaru yang dilakukan oleh Korea Utara.
Dilansir dari AFP, Senin, 4 November 2024, latihan ini dilakukan tiga hari setelah Pyongyang meluncurkan salah satu rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat terkuat dan tercanggih, yang menurut para ahli mampu mencapai target di daratan AS.
Militer Korea Selatan menyebut bahwa latihan tersebut melibatkan pesawat pengebom B-1B milik AS, jet tempur F-15K dan KF-16 dari Korea Selatan, serta jet F-2 milik Jepang.
Baca Juga: Pentagon Sebut Tentara Korea Utara Sudah Berada di Dekat Perbatasan Ukraina
"Latihan tersebut menunjukkan komitmen aliansi ROK-AS untuk pencegahan terpadu yang diperluas sebagai tanggapan atas ancaman nuklir dan rudal yang terus meningkat dari Korea Utara," demikian pernyataan dari Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.
Selama latihan ini, jet-jet tempur Korea Selatan dan Jepang mendampingi pesawat pengebom strategis AS menuju lokasi yang ditentukan di selatan Semenanjung Korea. "Menunjukkan kemampuan luar biasa untuk menyerang target simulasi dengan cepat dan akurat," tambah pernyataan dari Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.
B-1B Lancer merupakan pesawat pengebom berat supersonik yang terkenal dengan kemampuannya untuk mencapai kecepatan tinggi, membawa muatan hingga 75.000 pon (34.000 kilogram) amunisi, termasuk senjata konvensional dan presisi.
Ini merupakan kali keempat pesawat pengebom ini dikerahkan ke Semenanjung Korea tahun ini, serta merupakan latihan udara trilateral kedua yang diadakan untuk menghadapi ancaman militer dari Pyongyang.
Baca Juga: Ini Pengakuan Mengejutkan Tentara AS yang Masuki Wilayah Korea Utara
Peluncuran ICBM terbaru Korea Utara dilaporkan terbang lebih tinggi dan lebih jauh daripada peluncuran rudal sebelumnya, menurut pemantauan militer Korea Selatan dan Jepang. Kantor Berita Pusat Korea menyebutnya sebagai "rudal strategis terkuat di dunia," dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, "menyatakan kepuasan yang luar biasa" atas keberhasilan peluncuran tersebut.
"Korea Utara tidak akan pernah mengubah garis pertahanannya untuk memperkuat kekuatan nuklirnya," demikian disampaikan oleh kantor berita tersebut.
Peluncuran ini terjadi di tengah meningkatnya perhatian internasional terhadap dugaan pengerahan ribuan pasukan Pyongyang ke Rusia untuk mendukung operasi militer Moskow di Ukraina, yang memicu kekhawatiran bahwa tentara Korea Utara berseragam Rusia akan segera terlibat dalam pertempuran.