Ntvnews.id, Jakarta - Ahli Forensik Digital, Rismon Hasiholan Sianipar menilai rekaman kamera pengawas (CCTV) yang dihadirkan dalam persidangan terpidana Jessica Kumala Wongso pada kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin terdistorsi 89,6 persen.
Rismon mengungkapkan bahwa distorsi terjadi akibat adanya manipulasi dan rekayasa menggunakan freeware, baik terhadap dimensi dan laju frame atau bingkai.
"Jadi, yang tersisa di persidangan dan dihadirkan jaksa kala itu merupakan informasi sisa, yaitu 10,4 persen," kata Rismon dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dikutip dari Antara, Senin (4/11/2024).
Distorsi, kata dia, utamanya terlihat dari analis ahli pada persidangan kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, yakni Muhammad Nur Al-Azhar dan Christopher Hariman Rianto, pada rekaman CCTV nomor 9 di tempat kejadian perkara, yakni Kafe Olivier, Grand Indonesia.
Dalam keterangan kedua ahli, ditemukan adanya sebanyak 50.810 frame dalam rekaman CCTV yang dihadirkan. Padahal, dalam metadata dokumen rekaman, terdapat 50.910 frame.
Untuk itu, dia mempertanyakan ke mana 100 frame yang hilang tersebut. Selain itu, ada pula distorsi lainnya yang terlihat akibat laju frame per detik yang diturunkan dari 25 frame per detik menjadi 10 frame per detik.
"Sebanyak 100 frame dengan laju 10 frame per detik, artinya 10 detik durasi video sengaja dihilangkan dari frame video channel 09 pukul 15.35 WIB sampai 15.59 WIB," tuturnya.
Jessica Kumala Wongso mengikuti sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024). (Antara)
Rismon menekankan bahwa berbagai distorsi tersebut sangat berdampak pada berbagai kejadian yang terekam oleh CCTV, termasuk pergerakan Jessica serta warna kopi yang diantar oleh pramusaji kafe.
Rismon dihadirkan sebagai ahli oleh tim kuasa hukum Jessica untuk memperkuat permohonan PK Jessica.
Dalam sidang itu, Jessica meminta dibebaskan dari dakwaan pembunuhan Mirna.
Meskipun Jessica sudah bebas bersyarat, Jessica tetap merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya sehingga ingin membantah dan berharap Mahkamah Agung (MA) menyatakan dirinya tidak bersalah.
Saat membacakan memori PK dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (29/10), penasihat hukum Jessica Wongso, Andra Reinhard Pasaribu, mengatakan bahwa permintaan tersebut lantaran rekaman CCTV diduga telah direkayasa dan terbukti di persidangan sebelumnya bahwa prosedur penyitaan rekaman CCTV tidak sesuai dengan ketentuan.
"Putusan dari peradilan tingkat pertama sampai dengan peninjauan kembali dalam perkara ini demi hukum haruslah dibatalkan karena telah didasarkan pada rekaman CCTV yang merupakan alat bukti tidak sah," kata Andra.
Sejak awal, tim penasihat hukum Jessica telah melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa rekaman CCTV yang diputar di persidangan telah dipotong. Namun, kala itu tim penasihat hukum tidak memiliki bukti potongan video rekaman CCTV tersebut sehingga hakim mengabaikannya.
Jessica Kumala Wongso. (Antara)
Kendati demikian, saat ini tim penasihat hukum Jessica menemukan potongan rekaman yang dapat membuktikan bahwa ternyata rekaman CCTV itu tidak utuh dari awal hingga akhir, yang membuat kesesatan dalam menyimpulkan perkara.
Adapun penemu potongan rekaman CCTV yang menjadi bukti baru (novum) kasus Jessica bernama Helmi Bostam. Dia telah disumpah sebelum memori PK dibacakan.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa Jessica bebas bersyarat terhitung mulai Minggu, 18 Agustus 2024.
Sebagai terpidana yang bebas bersyarat, Jessica masih diwajibkan untuk melapor dan menjalani pembimbingan hingga 2032.