Ntvnews.id, Jakarta - Pengacara mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir membantah bahwa impor gula dilakukan kliennya di tengah Indonesia mengalami surplus komoditi tersebut. Hal ini disampaikan guna menampik pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya.
"Tidak, tidak pernah ada (surplus gula). Kita itu tidak pernah surplus gula kita. Jadi, kalau ada laporan seperti itu, itu laporan yang salah," ujar Ari dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).
Ari pun membantah pernyataan Kejagung bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berstatus perusahaan swasta. PT PPI disebut Kejagung sebagai perusahaan yang ditunjuk Tom untuk melakukan impor gula.
Menurut Ari, PT PPI ialah perusahaan BUMN yang sejak dulu ditunjuk oleh para Menteri Perdagangan sebelumnya untuk melakukan impor gula.
Tom, kata dia, hanya menindaklanjuti surat menyurat antara Mendag sebelumnya dengan PT PPI. Karenanya, Ari menilai proses penyidikan yang dijalani Kejagung dalam kasus ini seharusnya turut menyasar para Menteri Perdagangan sebelumnya yang juga mengimpor gula.
"Jadi, Menteri sebelumnya itu sudah ada surat menyurat dengan PPI. Ketika Pak Tom masuk, PPI menindaklanjuti surat tersebut dan dijawab oleh Pak Tom," jelasnya.
Apalagi, lanjut Ari, dalam surat penyidikan yang ditunjukkan Kejagung tertulis tempus de licti kasus ini terjadi sejak 2015 hingga 2023.
"Berarti kalau penyidikan ini menyebutkan sampai 2023, maka sudah selayaknya sekarang kawan-kawan media menanyakan menteri-menteri yang lain udah diperiksa belum?" papar Ari.
"Karena penyidikannya mengatakan 2015 sampai 2023, berarti menteri-menteri yang lain juga sudah ada yang dimintai keterangan walaupun mungkin sebagai saksi," imbuhnya.
Diketahui, dalam kasus ini Dirut PT PPI berinisial CS juga dijerat menjadi tersangka. PPI disebut Kejagung sebagai salah satu perusahaan swasta yang diberikan izin oleh Tom untuk impor gula.
Kebijakan Tom tersebut dianggap melanggar Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang mengatur bahwa impor gula kristal putih (GKP) hanya diperbolehkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kasus ini bermula saat Tom diduga menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi GKP kepada pihak yang tidak berwenang.
Menurut hasil rapat koordinasi (rakor) antar kementerian pada 12 Mei 2015, saat itu Indonesia mengalami surplus gula sehingga tak memerlukan impor gula.
Tapi, di tahun yang sama, Tom justru memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada perusahaan swasta untuk diolah menjadi GKP.
Direktur Penyidikan pada pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar mengatakan, izin impor yang dikeluarkan oleh Tom tidak melalui rakor dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
"Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka TTL memberikan izin persetujuan impor (PI) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton," ujar Qohar dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).
Ia mengungkapkan, PT PPI diduga mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah gula sebesar Rp105 per kilogram. Akibat kasus ini, negara diperkirakan merugi sebesar Rp400 miliar.
Tom Lembong dan CS dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Keduanya langsung ditahan untuk waktu 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.