Ntvnews.id, Jakarta - Ketidaknyamanan selalu terjadi saat kendaraan melintasi Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol MBZ. Hal itu berlangsung ketika mobil melewati bagian sambungan tol. Ahli menjelaskan mengapa demikian.
Menurut ahli beton dan konstruksi, FX Supartono, penyebab 'jeglukan' saat melintasi sambungan jembatan di Tol MBZ gara-gara expansion joint (siar muai) dipasang lebih dulu. Hal itu diungkapkan Supartono, kala dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek pembangunan Tol MBZ tahun 2016-2017.
Supartono menilai, pemasangan expansion joint pada proyek Tol MBZ tak tepat. Ia mengatakan expansion joint dipasang lebih dahulu kemudian disusul pengaspalan.
"Dari segi expansion joint, ini juga expansion joint yang digunakan menurut saya agak kurang tepat di situ ya dan cara pemasangannya juga ini dipasang dulu baru aspal digelar belakangan," ujar Supartono, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/5/2024),
Menurut dia, cara pemasangan itu membuat pertemuan antara aspal dan expansion joint tidak smoot dan sulit. Kondisi itulah yang membuat pengguna jalan merasa tak nyaman lantaran terasa ada 'jeglukan' saat melewati sambungan jembatan Tol MBZ.
"Nah ini sangat sulit untuk memberikan pertemuan antara aspal dan expansion joint yang smooth gitu, sulit. Jadi memang tidak heran kalau kita mengendarai di jalan Tol MBZ ini, pada awalnya, saya sekarang sudah lama saya tidak menjalani lagi di jalan ini, terasa betul pada saat melewati sambungan itu 'jeglukan' begitu dan itu juga sumber dari ketidaknyamanan," papar Supartono.
Di samping itu, kata dia, makin tinggi frekuensi maka kekakuan jalan semakin baik. Kekakuan Tol MBZ dinilai tak memenuhi syarat lantaran frekuensinya di bawah hitungan teoritis.
"Nah, kami menjumpai di dalam proyek ini yang saya beri warna kuning-kuning ini adalah hasil pengujiannya lebih kecil dari perhitungan teoritis antara 5-20%. Jadi ini yang pertama kita jumpai dari laporan hasil pengujian beban, ini fakta 1 lah. Jadi di sini memang bisa sebagai kesimpulan pertama bahwa memang kekakuannya itu kurang memenuhi syarat, kekakuannya, Pak, bukan kekuatannya. Kekakuannya kurang memenuhi syarat karena lebih dari 50% yang diuji itu tidak mencapai kriteria. Yang kriteria tadi saya sebutkan adalah bahwa pengujian aktual di lapangan, frekuensinya harus setidaknya menyamai atau lebih besar dari hasil perhitungan teoritis," jelas Supartono.
Di awal persidangan, jaksa pun menanyakan berapa lama FX Supartono selaku Direktur Utama PT Tridi Membran Utama melakukan pemeriksaan fisik terhadap kualitas Tol MBZ. Untuk diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempekerjakan perusahaan FX Supartono melakukan pemeriksaan fisik Tol MBZ untuk mengetahui penyebab ketidaknyamanan pengguna jalan.
"Jadi pada saat pertama kali saya diminta oleh BPK untuk hadir mendiskusikan masalah ini, BPK menjelaskan ada permasalahannya itu mulai dari ada cukup banyak keluhan dari masyarakat pengguna jalan bahwa jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek ini ternyata tidak nyaman untuk dilalui. Tidak nyamannya itu dijelaskan ada rasa getaran, ayunan, rasa kejut saat melintasi sambungan, bahkan rasa melayang pada lengkungan atau tikungan tertentu. Jadi permasalahannya pada awalnya itu adalah ketidaknyamanan, oleh sebab itu oleh BPK dianggap perlu untuk melakukan pemeriksaan rinci sehubungan dengan sumber ketidaknyamanan tersebut dan diminta saya untuk membentuk suatu tim yang saat itu diminta sebagai tim independen untuk mengetahui penyebab serta juga implikasinya terhadap keawetan dan keamanan jalan layang tersebut," kata dia.
Supartono menjelaskan pemeriksaan itu dilakukan sekitar 4 bulan dengan mengambil 75 sampel. Sampel itu diambil secara silinder.
"Pada waktu itu berapa jangka waktu saudara melakukan pemeriksaan berapa lama, Pak?" tanya jaksa.
"Total kira-kira 3-4 bulan karena ada pengujian beton juga di dalam pemeriksaan ini yang makan waktu cukup lama," jawab Supartono.
"Dari pengujian fisik yang Saudara lakukan apakah Saudara mengambil sampel secara fisik, Pak? Bisa dijelaskan sampel-sampel yang Saudara ambil berbentuk apa saja?" tanya jaksa.
"Silinder, Pak," jawab Supartono.
"Berapa sampel yang Saudara ambil?" tanya jaksa.
"Ada cukup banyak sekitar 75 buah," jawab Supartono.
Adapun di kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020, Djoko Dwijono, didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa menyebut kasus korupsi ini dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan dalam berkas yang terpisah.