Ntvnews.id, Jakarta - Lembaga survei Poltracking Indonesia mengungkapkan pendapatnya mengenai sanksi yang dikenakan oleh Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) sebagai dampak dari perbedaan signifikan dalam hasil survei untuk Pilgub Jakarta 2024.
Poltracking Indonesia tidak setuju dengan keputusan Dewan Etik tersebut dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari Persepi. Pernyataan ini diungkapkan oleh Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi. Ia menyatakan sikap tegas Poltracking Indonesia untuk keluar dari PERSEPI.
"Poltracking Indonesia ingin memulai keterangan pers ini dengan satu kalimat; 'Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke PERSEPI karena pertaruhan integritas, pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas'," ujar Masduri dalam penjelasannya, Selasa (5/11/2024).
Masduri kemudian membahas rekam jejak Poltracking Indonesia selama Pilpres 2014 yang menarik perhatian publik. Ia mengingatkan bahwa saat itu Poltracking Indonesia diajak bergabung dengan Persepi karena hasil quick count Pilpres 2014 yang dipublikasikannya berbeda dengan lembaga survei lainnya.
"Telah 10 tahun Poltracking bergabung bersama Persepi. Sejauh ini kami cukup bersabar dengan dinamika internal organisasi. Saat ini kami secara terbuka ingin menyampaikan beberapa hal, yang kami rasa perlu diketahui oleh publik," jelasnya.
Hasil survei Poltracking Indonesia terkait Pilkada Jabar 2024. (YouTube)
Masduri pun menegaskan pihaknya keberatan atas keputusan Dewan Etik Persepi. Berikut poin-poin keberatan Poltracking Indonesia:
1. Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking. Pada poin 1, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Tapi tidak dijelaskan bagaimana dan kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. Bagi kami ini penting juga untuk disampaikan ke publik, tetapi dewan etik Persepi tidak melakukan ini. Salah satu pembahasan yang muncul pada saat pertemuan dewan etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa PSU, sekitar 60 PSU (50%) PSU Survei LSI di Pilkada Jakarta. Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data.
2. Perlu kami perjelas, bahwa sejak awal Poltracking menyerahkan 2000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta. Lalu dewan etik, meminta raw data dari dashboard, lalu kami kirimkan pada tanggal 3 November 2024. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut.
3. Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking, padahal jelas, kami sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail. a. Raw data sudah dikirimkan. Hanya dewan etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua. b. Kami hanya diminta kalau ada tambahan keterangan dikirim dan kami sudah mengirimkan pada tanggal 31 Oktober 2024. Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard. c. Dari awal kami sudah menjelaskan bahwa survei Poltracking sepenuhnya menggunakan aplikasi, bukan lagi survei manual menggunakan kuesioner kertas. Jadi tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dan raw datanya, yang kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik. d. Poltracking benar mengirimkan data pada 3 November 2024, data tersebut tidak ada bedanya dengan data awal yang dikirim. e. Kami tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentanghal ini. f. Kami memenuhi apa yang diminta oleh dewan etik mengenai raw data dari dashboard. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut.
4. Poltracking mengolah 2000 data, tetapi data invalid tidak memiliki nilai dalam akumulasi hasil. Hal tersebut sudah dijelaskan di depan dewan etik pada dua kali pertemuan dan dalam keterangan tertulis.
5. Bagi kami keputusan dewan etik tidak adil, karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI. Poltracking sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data.
"Hal tersebut sudah kami paparkan dan jelaskan kepada dewan etik," imbuh Masduri.
Poltracking Indonesia (Poltracking)
Selain itu, Masduri juga membeberkan empat alasan yang membuat Poltracking Indonesia keberatan atas putusan Dewan Etik Persepi.
Berikut ini keempat alasannya: Pertama Poltracking telah menghadiri pertemuan dewan etik yang diselenggarakan oleh Persepi di Aston Priority TB. Simatupang pada Selasa, 29 Oktober 2024. Sebelum itu, pada hari Senin, 28 Oktober kami mengirimkan semua data yang dibutuhkan dewan etik Persepi sebagaimana surat yang kami terima 27 Oktober 2024. Pertemuan dewan etik yang berlangsung di Aston Priority TB. Simatupang hanya dihadiri satu dewan etik dan dua perwakilan pengurus harian. Dua dewan etik lainnya berhalangan hadir. Sebelum sidang dimulai sempat disampaikan bahwa sidang tersebut tidak memenuhi kuorum, karena hanya satu dewan etik yang hadir. Tetapi akhirnya sidang tetap dilanjutkan. Pada Sabtu, 2 November 2024, Poltracking diminta hadir kembali secara mendadak tanpa undangan resmi untuk memberikan keterangan lanjutan pada zoom meeting dengan dewan etik pada hari yang sama. Kami hadir dan menjawab semua pertanyaan, yang sebenarnya juga sudah dijelaskan dalam keterangan tertulis yang sudah kami kirimkan sebelumnya. Sidang berakhir agak bersitegang, karena perbedaan cara pandang mengenai penggantian PSU dan usaha peneliti lapangan kami mendapatkan data jumlah RT dan KK. Penjelasan detail dari pandangan Poltracking ada pada bagian dua.
Kedua, Poltracking sangat ketat dalam proses sampling. Bagi kami Primary Sampling Unit (PSU) 200 kelurahan yang didapat dari proses sampling pertama kali, merupakan unit sampel utama, yang harus dipertahankan untuk tidak ada perubahan PSU, kecuali karena kendala yang mengharuskan tidak ada pilihan lain, selain mengganti PSU. Karena itu, dalam pelaksanaan survei di Jakarta, hanya ada pergantian PSU pada 3 kelurahan, karena alasan banyaknya kawasan elite yang tidak bisa diakses oleh surveyor. Dalam pelaksanaan survei di lapangan, Poltracking berusaha untuk mendapatkan izin dari kelurahan. Tetapi jika ada kendala atau dipersulit oleh pihak kelurahan, kami meminta surveyor mencari informasi data RT/RW dan KK dari sumber lain seperti warga ataupun website yang terpercaya, untuk diinput pada aplikasi survei Poltracking dan melakukan pengacakan RT dan KK sampai responden terpilih. Berdasarkan pengalaman survei Poltracking sumber informasi dari warga ataupun website yang terpercaya di luar kelurahan tetap relevan sepanjang data tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena dalam pelaksanaan survei kita kerap berhadapan dengan berbagai kendala yang dapat mengganggu dan mengubah PSU, apalagi untuk konteks kota besar seperti Jakarta. Poltracking sangat ketat soal penggantian PSU. Mempertahankan PSU awal bagi Poltracking lebih baik dari pada melakukan penggantian PSU karena alasan-alasan administratif. Tentu dengan catatan data RT/RW dan KK yang kami dapatkan dari sumber tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, sebagai asosiasi, dewan etik Persepi mestinya bersikap adil dan imparsial. Memposisikan seluruh anggota Persepi secara setara. Dalam konteks perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta, terdapat tiga survei anggota Persepi yang melakukan survei dalam waktu yang berdekatan, Poltracking Indonesia (10-16 Oktober 2024), Lembaga Survei Indonesia (LSI) (10 - 17 Oktober 2024), dan Parameter Politik Indonesia (PPI) (21-25 Oktober 2024). Survei LSI juga berbeda dengan PPI. Padahal periode survei LSI dan PPI hanya berjarak 4 hari. Kenapa Persepi hanya memanggil Poltracking dan LSI? Dan sudah mengambil keputusan. Sementara PPI tidak ikut disidang sebagaimana Poltracking dan LSI. Padahal hasil survei PPI mirip dengan survei Poltracking. Mestinya semua disidang untuk dilihat secara adil siapa yang bermasalah di dalam survei ini.
Keempat, Poltracking berterima kasih kepada publik yang terus memberikan perhatian. Kontrol publik penting sebagai masukan bagi kami dalam melaksanakan kegiatan survei, agar setiap hasil survei yang kami lakukan bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Poltracking sudah lama terlibat dalam berbagai kegiatan survei, dari Pemilu 2014, Pilkada 2015, Pilkada 2017, Pilkada 2018, Pemilu 2019, Pilkada 2020, dan Pemilu 2024. Hasil survei Poltracking memprediksi kecenderungan Pilpres 2024 berlangsung satu putaran. Hasil Quick Count Poltracking paling presisi di antara anggota-anggota Persepi. Termasuk hasil Pilpres 2019, hasil survei hanya selisih 1% dan quick count selisih 0.52% dengan hasil resmi KPU. Paling presisi di antara berbagai hasil lembaga survei. Bahkan Quick count Poltracking di Pilkada Bengkulu 2020 selisih 0%.
Atas keempat poin itu, Masduri merasa Persepi tidak adil memperlakukan Poltracking Indonesia. Karena itu lah, dia menegaskan pihaknya keluar dari Persepi.
“Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya
selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta. Kami merasa Poltracking diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik. Tapi karena merasa sejak awal ada anggota dewan etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia. Biarkan publik yang menjadi hakim dan menilai, kebenaran akan menemukan jalannya!” tulisnya.