Ntvnews.id, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida. Agendanya mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh terdakwa, yaitu Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji dan akademisi Jamin Ginting.
Dalam keterangannya, Susno Duadji menyampaikan bahwa kesaksiannya akan fokus pada hal-hal yang terkait dengan penyelidikan dan penyidikan.
“Keterangan saya akan fokus pada proses penyelidikan dan penyidikan, dan saya tidak akan masuk ke dalam perkara a quo (perkara yang sedang diperiksa dan diadili). Saya disini netral dan tidak memihak ke Penasehat Hukum Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum,” kata Susno Duadji dalam keterangangannya, kemarin.
Susno mendapat pertanyaan dari kuasa hukum Ike Farida, Kamaruddin Simanjuntak tentang surat Kapolri kepada Kapolda Metro Jaya yang pokoknya mengenai Petunjuk arahan hasil gelar perkara khusus yang isinya menyatakan Pasal 242 Ayat (1) tidak terpenuhi unsur.
“Bagaimana pendapat ahli jika dalam suatu perkara ada hasil gelar perkara khusus yang tidak ditindaklanjuti oleh penyidik?” kata Kamaruddin.
Ahli kemudian menjelaskan bahwa surat arahan hasil gelar perkara khusus sifatnya adalah untuk kepentingan internal institusi kepolisian dan penyidik yang sedang menangani perkara, yang perlu diperhatikan dalam hasil gelar perkara khusus adalah pada bagian rekomendasinya.
“Perlu dilihat rekomendasinya apa?, karena disitu akan terlihat apa saja yang harus ditindaklanjuti penyidik. Biasanya memuat tindakan kordinasi yang harus dilakukan antara penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan hasil koordinasi itulah yang akan menentukan,” kata Susno.
Komjen. Pol. (Purn.) Drs. H. Susno Duadji (NTV News.id)
Kemudian Susno juga menanggapi pertanyaan kuasa Hukum Ike Farida, Alya Hiroko, yang meminta menjelaskan status surat Komnas HAM dan Komnas Perempuan kepada penyidik yang menyebutkan bahwa tindakan penyidik telah melanggar HAM.
“Jika penyidik menerima surat dari instusi lain di luar kepolisian yang menyatakan tindakan penyidik melanggar HAM, maka penyidik sebaiknya berkonsultasi dan minta arahan kepada atasannya, bisa Direskrim atau Kapolda langsung. Namun, secara hukum Penyidik bersifat independen tidak boleh diintervensi oleh pihak mananpun,” ungkap Susno.
Eks Kapolda Jawa Barat itu juga menanggapi pertanyaan dari terdakwa Ike Farida yang menanyakan status penetapan tersangka, penyitaan barang bukti dan penangkapan yang diduga bermasalah.
“Terkait penetapan tersangka, penyitaan barang bukti dan penangkapan merupakan objek pra peradilan yang bisa diuji keabsahannya, jika belum pernah diuji maka bisa dimintakan pendapat kepada Majelis Hakim dan Majelis Hakim yang akan memutuskan,” lanjut Susno.
Sementara itu, Ahli Jamin Ginting menjelaskan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak bisa diwakilkan maupun diwariskan, karena sifatnya personal. Namun jika sumpah dilakukan oleh kuasa hukum yang mendapat kuasa khusus maka tanggungjawabnya ada pada pemberi kuasa.
“Setiap sumpah yang diwakili oleh kuasa hukum harus ada surat kuasa khusus yang buat secara notariil atau akta otentik, dan akan menjadi tanggungjawab dari pemberi kuasa,” jelas Jamin.
Pada akhir persidangan, sempat terjadi keriuhan, diawali ketika Majelis Hakim mengajukan pertanyaan kepada ahli Jamin Ginting mengenai relasi kuasa antara pemilik Firma Hukum dengan karyawannya, namun karena ahli tidak bersedia memberi pendapat dengan alasan tidak memahami maksud Majelis Hakim.
Kemudian Jaksa maju kehadapan Majelis untuk menunjukkan surat kuasa Pemilik Firma Hukum (Ike Farida) kepada karyawannya (Nurindah MM Simbolon), kemudian Kuasa Hukum Ike Farida teriak dan protes dengan nada tinggi sambil memukul meja.
Kejadian ini sempat berlangsung beberapa lama sebelum akhirnya sidang ditutup oleh Majelis dan Majelis memutuskan sidang mendengarkan keterangan terdakwa pada Jumat (8/11/2024).
Sebelumnya, Rabu (5/11/2024), saksi Putri Mega, seorang Advokat Partner Ike Farida Law Office menyatakan bahwa pada tahun 2020 saksi bersama Nurindah Simbolon mendapatkan kuasa dari Ike Farida untuk mengajukan memóri PK dan pengajuan bukti baru atau novum.
Suasana sidang kasus dugaan sumpah palsu (Istimewa)
Dalam Memori PK yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memuat bahwa novum yang diajukan terdiri atas tiga dokumen novum, yaitu Pencatatan pelaporan akta pernjanjian perkawinan tahun 2017 (Bukti PK-1), Surat Dinas Cipta Karya , Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta tahun 2020 (Bukti PK-2), dan Surat Kanwil BPN DKI Jakarta tahun 2020 (Bukti PK-3).
Sebelum memori PK diajukan, Saksi Putri dan Nurindah meminta Ike Farida memeriksa dokumen memori PK tersebut, lalu Ike Farida membubuhi paraf sebagai bentuk persetujuan untuk diajukan.
Kemudian saksi Putri dan Nurindah datang bersama-sama ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melakukan sumpah novum, dan saksi menyaksikan secara langsung Nurindah menyatakan sumpah novum pada 4 Mei 2020.
Jaksa Penunut Umum (JPU) mengajukan pertanyaan kepada saksi Putri tentang keterlibatannya sebagai kuasa hukum dalam proses banding atas gugatan wanprestasi Ike Farida terhadap Pengembang tahun 2016.
JPU juga menanyakan apakah saksi Putri mengetahui kalau Bukti PK-2 dan Bukti PK-1 pernah digunakan pada perkara sebelumnya, mengingat saksi Putri telah terlibat sebagai kuasa hukum Ike Farida pada tingkat banding tahun 2016.
JPU juga menanyakan kepada saksi siapa yang dimaksud sensei (bahasa Jepang bermakna ketua atau pimpinan) dalam WhatsApp Group yang digunakan sebagai wadah komunikasi pada saat mengajukan PK. Saksi menyatakan bahwa sensei adalah terdakwa Ike Farida.
“Saudara saksi tau siapa yang dipanggil sensei dalam WhatsApp Group tersebut?”, tanya Jaksa Penuntut Umum. “Sensei adalah terdakwa Ike Farida,” kata Putri.