Ntvnews.id, Kalteng - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini mengungkap sebuah kasus besar pembalakan liar, melibatkan penebangan kayu di luar izin konsesi di kawasan hutan Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kasus tersebut semakin menyoroti maraknya perusakan hutan yang merugikan negara dan lingkungan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa, 12 November 2024, Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan beberapa pihak penting, termasuk Direktur PT GBP dan Direktur serta Estate Manager PT ABL.
Kedua perusahaan ini terlibat dalam penebangan kayu ilegal yang dilakukan di luar wilayah konsesi mereka. Penebangan tersebut dilakukan oleh kontraktor yang disewa oleh PT ABL, yaitu PT GBP, tanpa izin yang sah.
"Kami menyampaikan berkaitan dengan penindakan terhadap Direktur PT GBP, serta Direktur dan Estate Manager PT ABL. Namun kegiatan yang dilakukan adalah mereka melakukan penebangan tanpa izin di wilayah konsesi pihak lainnya," kata dia, dikutip dari Antara.
Berdasarkan hasil penyidikan, menemukan bahwa kegiatan penebangan dilakukan di luar areal konsesi yang telah diberikan kepada PT ABL, yang seharusnya hanya berwenang mengelola 11.580 hektare lahan.
Penebangan liar yang dilakukan di kawasan hutan Kalimantan Tengah ini diperkirakan menghasilkan sekitar 1.819 meter kubik kayu ilegal.
Rasio Ridho Sani (Antara/ Sinta Ambar)
Dari jumlah tersebut, kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp 2,72 miliar. Namun, kerugian ini belum mencakup kerusakan lingkungan yang lebih luas akibat penebangan liar tersebut.
Penyidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa PT ABL tidak melakukan kewajiban penanaman kembali pohon setelah melakukan penebangan, melainkan hanya mengandalkan kontraktor untuk melakukan aktivitas penebangan ilegal tanpa pengawasan yang memadai.
Hal ini menunjukkan kelalaian dan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang ada dalam pengelolaan sumber daya alam.
Sejauh ini, dua tersangka utama, yakni MAW (61) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT ABL dan DK (56), telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta. Sementara itu, tersangka lainnya, HT (44), yang merupakan Direktur PT GBP dan kontraktor penebangan, saat ini masih dalam pencarian dan telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ketiga tersangka dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, termasuk Pasal 82 Ayat (1) huruf a, Pasal 83 Ayat (1) huruf a, serta Pasal 85 Ayat (1) dan/atau Pasal 94 Ayat (1) huruf a, yang mengatur tentang penebangan liar, serta Pasal 78 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Ancaman hukuman bagi para pelaku sangat berat, dengan kemungkinan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.