Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI, Willy Aditya, menyoroti pentingnya pendekatan yang tepat dan terukur dalam pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia.
Willy menegaskan, permasalahan keamanan dan pengelolaan lapas harus disesuaikan dengan tingkat ancaman serta kompleksitas yang dihadapi, tidak semata-mata meniru model pengamanan ekstrem seperti di negara lain.
“Kita harus lihat jenisnya seperti apa. Ini bukan kasus seperti Carandiru di Brazil yang memiliki tingkat keamanan ekstrem. Jika hanya melibatkan pelarian napi, maka pendekatannya tidak perlu berlebihan atau menimbulkan crowd yang abstrak,” ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.
Bava Juga: Komisi III DPR RI Serahkan Rancangan KUHAP ke Baleg untuk Prolegnas
Menurutnya, undang-undang imigrasi sudah memberi wewenang penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi dalam konteks tugas dinas, namun penggunaannya harus sesuai dengan ancaman yang ada.
Willy menekankan bahwa DPR akan tetap berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan lapas, tanpa terburu-buru mengambil tindakan ekstrem.
Selain itu, ia menggarisbawahi perlunya pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan spiritual bagi narapidana di lapas. Pendekatan ini tidak hanya untuk meningkatkan keamanan, tetapi juga memastikan para narapidana mendapatkan dukungan yang diperlukan dalam proses reintegrasi ke masyarakat.
“Soft approach dan hard approach harus dijalankan beriringan. Soft approach kita lakukan dengan mengembangkan soft skill, mental, dan spiritual para narapidana agar nantinya mereka bisa kembali ke masyarakat tanpa stigma,” tambahnya.
Baca Juga: DPR Targetkan RUU DKJ Rampung Sebelum Pilkada Berlangsung
Willy menilai, pembenahan manajerial, kebijakan, dan evaluasi reguler terhadap kondisi fisik lapas menjadi langkah krusial dalam mengidentifikasi akar masalah pengelolaan lapas yang mendasar.
“Ini yang harus kita mapping; letak problem-problem mendasar, manajerial, serta kebijakannya di mana,” jelasnya.
DPR, lanjutnya, kini tengah dalam proses mengkaji kebijakan pengelolaan lapas untuk menyeimbangkan antara pendekatan keamanan yang ketat (hard approach) dengan pendekatan yang lebih humanis (soft approach).
Pendekatan tersebut dianggap penting untuk mempersiapkan narapidana dalam menjalani kehidupan pasca-pembebasan, tanpa rasa terasing atau distigma oleh masyarakat. Melalui keseimbangan ini, Willy berharap bahwa sistem lapas di Indonesia bisa lebih manusiawi dan mendukung proses reintegrasi yang lebih efektif bagi narapidana.