Ntvnews.id, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia akan mengajukan nota protes kepada otoritas Filipina terkait undang-undang (UU) maritim terbaru yang memunculkan klaim tumpang-tindih di Laut China Selatan.
Langkah ini diambil setelah Malaysia mempelajari UU Zona Maritim Filipina dan UU Jalur Laut Kepulauan yang diklaim Manila bertujuan memperkuat klaim maritimnya serta menjaga integritas wilayahnya.
Dilansir dari Reuters, Senin, 18 November 2024, Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Alamin, dalam pernyataannya mengungkapkan bahwa dokumen UU tersebut juga menyentuh klaim Filipina atas Sabah, wilayah di Pulau Borneo.
Baca Juga: Seekor Harimau Tewas Terlindas Truk di Jalan Raya Perak, Malaysia
"Kami akan mengirimkan nota protes hari ini sebagai bentuk komitmen kami untuk mempertahankan kedaulatan Sabah dan hak kami atas wilayah tersebut," tegas Mohamad di depan parlemen Malaysia.
Kementerian Luar Negeri Filipina belum memberikan tanggapan resmi terkait nota protes tersebut.
Klaim Filipina terhadap Sabah sebenarnya sudah ada sejak era kolonial, tetapi jarang diungkapkan secara resmi. Mahkamah Agung Filipina pada 2011 menyatakan bahwa klaim tersebut tidak pernah dicabut. Sabah sendiri adalah salah satu negara bagian Malaysia di Borneo, yang berbatasan dengan Kalimantan dan Brunei Darussalam.
Protes Malaysia ini muncul tak lama setelah China juga menyatakan keberatan atas kedua UU baru Filipina tersebut. Pada Jumat, 8 November, Duta Besar Filipina di Beijing dipanggil oleh otoritas China untuk menerima protes diplomatik.
Baca Juga: Malaysia Sebut Lagu APT Rose BLACKPINK Berbahaya, Kenapa?
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyebut bahwa UU baru Filipina secara ilegal mencakup wilayah yang China klaim, seperti Pulau Huangyan (Scarborough Shoal) dan Kepulauan Nansha (Spratly).
Mao menegaskan, "UU ini merupakan pelanggaran serius terhadap kedaulatan dan hak maritim China."
Mao juga mendesak Filipina untuk menghormati kedaulatan China dan menghindari tindakan sepihak yang dapat memperburuk situasi di Laut China Selatan.
Sementara itu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menyatakan bahwa kedua UU tersebut mencerminkan komitmen negaranya terhadap tatanan internasional berbasis aturan dan perlindungan hak Filipina untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara damai di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).