DPR Soroti Korupsi dengan Politik Biaya Tinggi di Uji Kelayakan Capim KPK

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Nov 2024, 06:30
Deddy Setiawan
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua MPR, Bambang Soesatyo di Sidang Tahunan MPR Ketua MPR, Bambang Soesatyo di Sidang Tahunan MPR (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, menyoroti isu tingginya biaya politik di Indonesia yang rentan memicu tindak pidana korupsi, khususnya dalam konteks pemilihan langsung.

Hal ini disampaikan saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk calon pimpinan (capim) KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 18 November 2024.

"Sistem demokrasi pemilihan langsung dalam pemilihan pimpinan daerah, pusat ataupun legislatif sangat rentan dengan money politic dan biaya tinggi sehingga sangat berpotensi menggiring orang untuk terjerat dalam tindak korupsi," kata Bambang Soesatyo, yang akrab disapa Bamsoet dalam rapat.

Baca Juga: Capim KPK Setyo Budiyanto Berencana Hapus Lift VIP di Gedung Merah Putih

Menurutnya, tingginya biaya yang diperlukan peserta pemilu untuk ikut berkontestasi sering kali membuat mereka menghalalkan segala cara untuk mengembalikan pengeluaran tersebut setelah terpilih.

Data KPK mencatat bahwa dari 2004 hingga 2023, ada 161 bupati/wali kota, 24 gubernur, dan 344 anggota DPR/DPRD yang terjerat kasus korupsi.

Kajian KPK juga menunjukkan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota, dibutuhkan dana minimal Rp50 miliar hingga Rp100 miliar. Hal serupa terjadi pada calon anggota legislatif yang juga harus mengeluarkan biaya besar untuk bersaing di pemilu.

"Artinya apa? Di satu sisi, sistem demokrasi makin lama makin lari dari substansinya. Demokrasi kita lebih menjurus kepada 'NPWP', nomor piro-wani piro. Hal ini mendorong meningkatkan tindak pidana korupsi," ujarnya.

Baca Juga: DPR Targetkan Penetapan Calon Pimpinan dan Dewas KPK Kamis Malam

Bamsoet meminta capim KPK untuk mengkaji ulang apakah sistem demokrasi langsung yang dianut saat ini menjadi salah satu penyebab sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia juga menyoroti banyaknya anggota dewan dan kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.

"Apa sebenarnya yang mendorong korupsi ini sulit diberantas baik oleh KPK, kejaksaan, maupun kepolisian? Apakah pilihan sistem demokrasi yang kita anut hari ini yang memaksa, mendorong orang-orang yang memiliki jabatan publik itu melakukan tindak pidana korupsi?" tanyanya.

"Sudah saatnya dikaji kembali apakah sistem demokrasi langsung yang kita anut lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya." Tambahnya.

 

x|close