Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan kekhawatirannya mengenai dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada 2025.
Meskipun kenaikan ini hanya sebesar satu persen, ia menilai hal tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat.
"Sebenarnya sudah sejak lama saya concern terhadap rencana pemerintah terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen ini. Sejak periode DPR lalu, saya mendorong agar rencana tersebut dikaji ulang," ujar Cucun di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa, 19 November 2024.
Kenaikan ini sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menetapkan PPN dikenakan pada transaksi jual beli barang dan jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak (PKP). PPN sendiri adalah pajak tidak langsung yang dibayar oleh konsumen melalui penjual dan disetorkan kepada negara.
Baca Juga: Menteri PU: PPN 12 Persen Tahun Depan Bikin Biaya Proyek Infrastruktur Ikut Naik
Cucun menilai kebijakan ini kontraproduktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengingat ketidakpastian ekonomi nasional saat ini.
"Banyak yang akan terkena dampak dari kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini, baik bagi masyarakat umum maupun bagi pendapatan perusahaan yang berakibat pada gaji karyawan," jelasnya.
Alasan Kenaikan Perlu Dikaji
Menurut Cucun, terdapat tiga alasan utama mengapa rencana kenaikan PPN ini perlu ditinjau ulang:
Dampak Langsung pada Daya Beli Masyarakat
Dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen, harga barang dan jasa akan meningkat, berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.
"Khususnya, pada kelompok masyarakat miskin dan rentan, yang memiliki keterbatasan dalam pengeluaran. Saat harga-harga komoditas naik, beban masyarakat kelas bawah ini semakin berat," ungkapnya.
Ia menambahkan, kenaikan ini juga dapat mengurangi konsumsi domestik, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil
Dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, kebijakan ini berisiko memperlambat pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Daftar Barang dan Jasa yang Tidak Dikenai PPN 12 Persen
Biaya produksi bagi pengusaha akan meningkat, mengurangi daya saing di pasar global, serta memengaruhi investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.
Dampak pada Sektor-Sektor Strategis
Beberapa sektor ekonomi, seperti ritel, pariwisata, dan industri, diperkirakan sangat terdampak.
"Sektor ritel diprediksi akan mengalami penurunan penjualan akibat turunnya daya beli masyarakat. Padahal, industri ritel kita sudah terpuruk beberapa waktu belakangan," katanya.
Selain itu, sektor pariwisata juga akan menghadapi penurunan jumlah wisatawan akibat kenaikan biaya perjalanan, hotel, dan paket wisata.
Bandingkan dengan Negara ASEAN
Cucun juga membandingkan kebijakan tarif pajak di negara-negara ASEAN, seperti Singapura yang menetapkan tarif PPN tujuh persen, dan Thailand yang menurunkan tarifnya dari 10 persen menjadi tujuh persen selama pandemi COVID-19.
Ia menilai tarif yang terlalu tinggi justru dapat mendorong masyarakat untuk mencari cara mengurangi kewajiban pajak.
"Jika tarif PPN terlalu tinggi, ada potensi masyarakat akan mencari cara untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajak. Oleh karena itu, perlu diperhatikan apakah tarif PPN yang diusulkan akan efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak atau justru memengaruhi kepatuhan pajak," imbaunya.
Potensi Revisi
Cucun menyadari bahwa perubahan tarif PPN menjadi 12 persen otomatis berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU HPP. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif berdasarkan Pasal 7 ayat (3) UU HPP, yang memungkinkan tarif ditetapkan antara 5 persen hingga 15 persen.
"Masih ada fleksibilitas perubahan PPN sesuai aturan tersebut. Kalau memang dampak kenaikan PPN tahun depan sangat berdampak besar, kita harus dorong adanya pengurangan," ujarnya.
Cucun pun membuka kemungkinan untuk mendorong revisi tarif PPN kembali menjadi 11 persen melalui peraturan pemerintah (PP), jika dampak kenaikan terbukti signifikan terhadap perekonomian.