Kejagung Periksa Empat Mantan Pejabat Kemenhub dalam Kasus Korupsi Jalur Kereta Api
NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 20 Nov 2024, 11:32
Elma Gianinta Ginting
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar (tengah) berbicara dengan awak media di Kejaksaan Agung, Jakarta. (ANTARA (HO-Kejaksaan Agung RI))
Ntvnews.id, Jakarta - Pada hari Selasa, 19 November 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap empat mantan pejabat di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada tahun 2017-2023.
“Kami memulai dengan memeriksa saksi pertama, ZUL yang menjabat sebagai Direktur Prasarana di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub pada 2017,” ujar Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, dilansir dari Antara, Rabu, 20 November 2024, di Jakarta.
Selanjutnya, saksi kedua yang diperiksa adalah AHM, yang pernah menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kemenhub pada 2016–2017.
Saksi ketiga adalah LAA, yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Kelaikan Sarana Perkeretaapian Wilayah II di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub.
Sedangkan saksi terakhir yang dimintai keterangan adalah VM, yang menjabat sebagai Kepala Seksi Jembatan dan Bangunan Wilayah II pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub pada periode 2015-2017.
Harli Siregar menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap keempat saksi tersebut bertujuan untuk memperkuat bukti dan melengkapi pemberkasan dalam penyidikan terhadap tersangka Prasetyo Boeditjahjono (PB), yang merupakan mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub.
Diketahui, Prasetyo diduga terlibat dalam kasus ini dengan cara mengatur proses konstruksi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Proyek ini menggunakan anggaran sebesar Rp1,3 triliun yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, menjelaskan bahwa dalam proyek ini, Prasetyo diduga memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS) yang saat itu menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk membagi pekerjaan konstruksi menjadi 11 paket, sekaligus meminta NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam tender.
Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, Rieki Meidi Yuwana (RMY), yang juga menjadi terdakwa, atas permintaan KPA, melakukan lelang konstruksi meskipun tanpa dokumen teknis yang disetujui oleh pejabat teknis dan dengan metode penilaian kualifikasi yang bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa.
Proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa ini tidak dimulai dengan studi kelayakan yang memadai, tidak ada dokumen trase jalur kereta api dari Kemenhub, serta terjadi pemindahan jalur yang tidak sesuai dengan desain dan jalan yang telah disetujui. Hal ini menyebabkan jalur kereta api mengalami amblas atau penurunan tanah yang mengakibatkan jalur tersebut tidak dapat digunakan.
Akibat tindakan yang dilakukan oleh Prasetyo, jalur kereta api tersebut tidak dapat berfungsi, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,1 triliun, atau lebih tepatnya Rp1.157.087.853.322,00.