Ntvnews.id, Haiti - Dalam upaya mengembalikan kendali atas Port-au-Prince, ibu kota Haiti yang dilanda kekacauan, polisi bersama kelompok bela diri sipil menewaskan 28 orang yang diduga anggota geng dalam operasi semalam.
Insiden ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan akibat serangan geng terhadap sejumlah distrik, setelah salah satu pemimpin geng mendesak pemerintah transisi untuk mundur.
Dilansir dari AFP, Kamis, 21 November 2024, seorang fotografer menyaksikan warga membakar jasad-jasad yang diduga anggota geng di jalan. Ban-ban ditumpuk di atas mayat sebelum dibakar oleh massa.
Baca Juga: 1 Orang Tewas dan 9 Luka Akibat Penembakan di Dekat Universitas Tennessee AS
Juru bicara Kepolisian Nasional Haiti, Lionel Lazarre, menjelaskan bahwa operasi dimulai saat polisi menghentikan truk yang dicurigai mengangkut anggota geng di kawasan elite Petion-Ville sekitar pukul 2 dini hari waktu setempat, Selasa, 19 November 2024.
Di lokasi berbeda, sebuah bus yang membawa anggota geng juga berhasil dicegat di pusat kota.
Polisi menembak dan menewaskan 10 orang dalam operasi tersebut. Sebagian anggota geng lainnya mencoba melarikan diri, tetapi mereka diburu oleh polisi dengan bantuan kelompok bela diri sipil. Secara keseluruhan, 28 orang tewas dalam peristiwa ini.
Pada hari Selasa, suasana kota Port-au-Prince hampir lumpuh. Warga bersama aparat mendirikan barikade di sejumlah lingkungan, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa geng-geng semakin mendominasi wilayah tersebut.
Jimmy "Barbecue" Cherisier, pemimpin terkenal aliansi geng Viv Ansanm, sebelumnya menyerukan agar pemerintah transisi yang dipimpin Dewan Presiden Transisi (CPT) mundur. "Koalisi Viv Ansanm akan menggunakan segala cara untuk memastikan kepergian CPT," ujar Cherisier pada Senin malam.
Beberapa jam setelah pernyataan itu, serangan geng meluas ke berbagai area ibu kota, termasuk Petion-Ville, Bourdon, dan Canape Vert.
Baca Juga: Ngeri, Penembakan Brutal di Sebuah Perusahaan Tewaskan 2 Orang
Situasi politik di Haiti semakin diperumit oleh konflik internal pemerintah. Perdana Menteri Alix Didier Fils-Aime yang baru dilantik menggantikan Garry Conille—yang baru menjabat sejak Mei—turut menghadapi tantangan besar. Conille sebelumnya terlibat dalam perebutan kekuasaan dengan Dewan Presiden Transisi.
Saat ini, sekitar 80 persen wilayah Port-au-Prince dikuasai geng-geng bersenjata. Mereka kerap menyerang warga sipil meskipun pasukan internasional yang dipimpin Kenya dan didukung PBB telah dikerahkan untuk membantu aparat lokal yang kekurangan senjata.
Konflik terbaru ini merupakan kelanjutan dari aksi aliansi geng Viv Ansanm yang sebelumnya, pada Februari lalu, berhasil menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry.