Ntvnews.id, Beirut - Pada Rabu, 20 November 2024, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, menyatakan bahwa kelompoknya telah merespons proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat mengenai penghentian agresi Israel terhadap Lebanon.
Qassem menegaskan bahwa hasil dari kesepakatan tersebut akan sangat bergantung pada respons Israel dan komitmen dari pemimpin pemerintahan Zionis, Benjamin Netanyahu.
Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi, Qassem mengungkapkan tentang kekuatan pertahanan Hizbullah di medan perang dan menyatakan kesiapan mereka untuk menghadapi militer Israel. Dia juga menekankan bahwa Hizbullah tidak akan menghentikan operasi militer mereka meskipun masih menunggu hasil dari proses negosiasi.
“Kami sudah menerima dokumen negosiasi, mempelajarinya dengan seksama, dan memberikan respons kami,” kata Qassem, Kamis, 21 November 2024.
Baca juga: 96 Warga Gaza Utara Tewas Akibat Serangan Udara Israel
"Tanggapan kami telah disampaikan kepada utusan AS, Amos Hochstein, dan kami membahasnya secara mendalam," tambahnya.
Qassem juga menegaskan bahwa Hizbullah tidak akan memberikan rincian terkait kesepakatan yang diusulkan sampai proses perundingan berlangsung dengan lancar.
Dia menekankan bahwa keberhasilan negosiasi sangat tergantung pada bagaimana Israel menanggapi masukan yang mereka berikan.
Qassem menyebutkan bahwa prinsip negosiasi Hizbullah berlandaskan pada dua tuntutan utama, yaitu penghentian permusuhan secara total dan pelestarian kedaulatan Lebanon.
Baca juga: Turki Tolak Beri Hak Lintas Udara Untuk pesawat Pemimpin Israel
Dia membantah tuduhan Netanyahu yang menyebut Hizbullah melakukan negosiasi di bawah tekanan, sambil menegaskan bahwa Israel juga menghadapi tekanan yang sama.
“Kami beroperasi di dua bidang — militer dan diplomatik — dan kami tidak akan menghentikan operasi militer kami hanya untuk menunggu hasil perundingan,” tegasnya.
Qassem menambahkan bahwa Hizbullah tetap menolak gagasan bahwa Israel dapat meraih tujuan yang gagal mereka capai di medan perang melalui jalur negosiasi.
Baca juga: IHSG Dibuka Melemah, Rupiah Sentuh Rp15.914 per Dolar AS
Sementara itu, meskipun Amerika Serikat terus mendukung kebijakan genosida Israel di Lebanon dan Gaza, Washington berusaha untuk menjadi mediator dalam perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Namun, terdapat kekhawatiran di Lebanon terkait potensi tuntutan dari Israel, terutama mengenai permintaan agar pasukan Israel diberikan kebebasan untuk bergerak di Lebanon sebagai respons terhadap pelanggaran perjanjian gencatan senjata.
Pada Rabu pagi, setelah pertemuan kedua dengan Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, dalam waktu kurang dari 24 jam, Amos Hochstein berbicara tentang adanya "kemajuan lebih lanjut" dalam proses negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Hochstein menolak memberikan penjelasan rinci, dan hanya menyatakan, "Seperti yang direncanakan, jika kami mencapai kemajuan, saya akan pergi ke Israel untuk melanjutkan pembicaraan berdasarkan percakapan yang telah terjadi di sini, dan kita akan lihat apa yang bisa dicapai." (Sumber: Antara)