Ntvnews.id, Jakarta - Sidang gugatan praperadilan penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, kembali digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sidang kali ini beragendakan mendengar keterangan saksi ahli.
Pihak Tom menghadirkan saksi ahli yakni Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). Anthony membantah pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) bahwa dugaan korupsi terjadi lantaran Tom melakukan impor di tengah surplus gula kristal putih (GKP). Menurut dia, saat impor dilakukan yakni tahun 2015, stok GKP untuk masyarakat tak mencukupi.
"Pada faktanya produksi gula kristal putih dari tebu tidak pernah mencukupi untuk konsumsi masyarakat," ujar Anthony saat bersaksi secara virtual, Kamis, 21 November 2024.
Menurut Anthony, stok gula kristal putih yang tak cukup ini, dinyatakan oleh Asosiasi Gula Indonesia. Pernyataan itu, bahkan dikutip dan ditampilkan pada situs resmi milik pemerintah.
"Untuk tahun 2015 bisa dilihat dari pernyataan dari Sekretaris Asosiasi Gula Indonesia yaitu Bapak Ahmad Wijaya pada saat itu dan itu dimuat dalam situs Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur pada 19 Mei 2015," kata dia.
Menurut Anthony, kala itu tepatnya Mei 2015, stok gula nasional tersisa 325 ribu ton. Kondisi itu akan merugikan masyarakat apabila tak diatasi.
"Bila pemerintah tidak mengantisipasi kondisi ini maka stok gula nasional setelah lebaran akan kosong," kata Anthony.
"Jadi penyataan ini sekaligus menyatakan tidak ada surplus gula kristal putih," imbuhnya.
Karena pasokan gula yang sedikit, saat itu harga gula sempat melonjak tajam, sebelum akhirnya turun karena adanya kebijakan impor yang dibuat Tom selaku Mendag.
"Oleh karena itu awal bulan di 2015 di 1 Syawal 2015 sampai dengan Juni 2015 harga gula kristal putih itu juga melonjak cukup tajam," jelas dia.
Diketahui, kasus ini bermula saat Tom menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi GKP kepada pihak yang tidak berwenang.
Sementara menurut Kejagung, hasil rapat koordinasi (rakor) antar kementerian pada 12 Mei 2015, saat itu Indonesia mengalami surplus gula sehingga tak memerlukan impor gula.
Tapi, di tahun yang sama, Tom justru memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada perusahaan swasta untuk diolah menjadi GKP. Impor diberikan kepada perusahaan swasta melalui perusahaan BUMN yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
PT PPI diduga mendapatkan fee dari delapan perusahaan swasta yang mengimpor dan mengolah gula sebesar Rp105 per kilogram. Akibat kasus ini, negara diperkirakan merugi sebesar Rp400 miliar. Meski begitu, Kejagung belum menemukan aliran dana ke Tom.
Selain Tom, Kejagung juga menetapkan tersangka dan menahan mantan Direktur PT PPI Charles Sitorus. Keduanya dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.