Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika, Mary Jane Veloso, dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral berupa Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA).
Menurut Yusril, meskipun saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mekanisme pemindahan narapidana atau transfer of prisoners di Indonesia, proses tersebut dapat dilakukan melalui MLA, kesepakatan antara pihak-pihak terkait, serta diskresi Presiden untuk mengambil keputusan atau kebijakan tertentu.
"Karena undang-undang tidak mengatur, tidak memerintahkan, dan juga tidak melarang, maka Presiden memiliki kewenangan untuk membuat diskresi dalam masalah ini," ujar Yusril dalam sebuah keterangan video yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 21 November 2024.
Baca juga: Pemerintah Jamin Daya Beli Masyarakat Tak Terdampak Tarif PPN 12 Persen
Yusril menyatakan bahwa ke depannya ada peluang untuk menyusun undang-undang terkait pemindahan narapidana bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga mekanisme ini dapat memiliki landasan hukum yang lebih kuat.
Selain pemindahan narapidana, Yusril menjelaskan bahwa Indonesia telah menggunakan perjanjian bilateral MLA sebelumnya, seperti dalam kasus permintaan penyitaan aset narapidana kepada pemerintah Australia pada kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 2004.
Ia mengungkapkan bahwa pada waktu itu, Indonesia meminta penyitaan terhadap aset Hendra Rahardja, seorang terpidana, yang berada di Australia. Permintaan tersebut diajukan oleh Yusril, saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman RI, kepada mantan Jaksa Agung Australia Jared William.
Setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan, pemerintah Australia mengakui putusan pengadilan Indonesia dan mengeksekusi aset Hendra Rahardja yang berada di wilayahnya. Beberapa aset tersebut kemudian berhasil disita oleh pemerintah Australia.
"Sudah ada preseden dalam hal pelaksanaan putusan pengadilan Indonesia di negara lain, meskipun bukan dalam konteks transfer narapidana," kata Yusril.
Terkait pemindahan Mary Jane Veloso, Yusril menjelaskan bahwa ada sejumlah syarat yang diajukan oleh pemerintah Indonesia dan telah disetujui oleh pemerintah Filipina.
Syarat pertama adalah pengakuan Filipina terhadap putusan pengadilan Indonesia, karena Indonesia memiliki yurisdiksi untuk mengadili warga Filipina yang melakukan tindak pidana di wilayahnya.
Syarat kedua adalah tanggung jawab Filipina untuk menjamin keamanan Mary Jane selama proses pemulangan ke negaranya.
Selain itu, Filipina juga harus memberikan persetujuan jika di masa mendatang Indonesia meminta pemindahan narapidana asal Indonesia yang sedang menjalani hukuman di Filipina.
Pemindahan Mary Jane dilakukan atas permintaan pemerintah Filipina. Permohonan tersebut diajukan oleh Menteri Kehakiman Filipina, Jesus Crispin Remulla, beberapa hari yang lalu kepada pemerintah Indonesia.
Mary Jane Veloso adalah warga negara Filipina yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, pada tahun 2010 karena kasus penyelundupan narkotika.
(Sumber: Antara)