Ntvnews.id, Jakarta - Dua mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara dijatuhi vonis pidana penjara masing-masing selama empat tahun dan empat tahun enam bulan (4,5 tahun) dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa yang dikelola oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada periode 2017 hingga 2023.
Kedua pejabat yang terlibat adalah Nur Setiawan Sidik, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016-2017, dan Amanna Gappa, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2018, yang masing-masing dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan 4 tahun 6 bulan.
"Para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer," kata Hakim Ketua Djuyamto, Senin 25 November 2024.
Baca Juga : Gubernur Bengkulu Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan denda kepada Nur Setiawan dan Amanna, masing-masing sebesar Rp250 juta, dengan alternatif hukuman kurungan tiga bulan.
Kedua terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti, yakni Rp1,5 miliar untuk Nur Setiawan dan Rp3,29 miliar untuk Amanna, yang masing-masing dapat digantikan dengan kurungan selama satu tahun dan dua tahun.
Selain kedua terdakwa tersebut, ada dua terdakwa lainnya dari pihak swasta yang juga terlibat dalam kasus ini dan disidangkan secara bersamaan.
Mereka adalah Arista Gunawan, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, dan Freddy Gondowardojo, Beneficial Owner PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana.
Keduanya terbukti bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Balai KA, sehingga dijatuhi hukuman dengan pasal yang sama.
Arista dijatuhi hukuman penjara empat tahun serta denda Rp250 juta, yang dapat digantikan dengan kurungan selama tiga bulan.
Sementara Freddy divonis pidana penjara empat tahun enam bulan, denda Rp250 juta dengan alternatif tiga bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp1,53 miliar yang dapat digantikan dengan kurungan satu tahun enam bulan.
Keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca Juga : DPR Cecar Calon Pimpinan KPK yang Pernah Bebaskan Terdakwa Korupsi
Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang sebelumnya menuntut Nur Setiawan dan Amanna dengan hukuman penjara tujuh tahun dan delapan tahun, serta denda masing-masing Rp750 juta dan uang pengganti sebesar Rp1,5 miliar dan Rp3,2 miliar. JPU juga menuntut Arista dengan hukuman delapan tahun penjara, denda Rp750 juta, serta uang pengganti Rp3,2 miliar, sedangkan Freddy dituntut tujuh tahun penjara, denda Rp750 juta, dan uang pengganti Rp64,2 miliar.
Dalam kasus ini, keempat terdakwa diduga merugikan keuangan negara hingga Rp1,15 triliun, karena memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan jabatan.
Terdakwa juga diduga telah memperkaya sejumlah pihak lainnya, termasuk mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pejabat terkait lainnya, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun.
(Sumber: Antara)