Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, menyatakan dukungan terhadap pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengkritik Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pendekatan yang dianggap "kampungan."
Berikut deretan fakta ucapan Hasbiallah, Respons PKB hingga Bantahannya:
Berkelakar Saat Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Dewan Pengawas KPK
Menurut Hasbiallah, metode OTT KPK menghabiskan anggaran negara tanpa memberikan hasil yang sepadan.
Baca Juga: Anggota DPR Bantah Sebut OTT KPK Sebagai Agenda Kampungan
Ia menjelaskan bahwa proses OTT membutuhkan waktu lama dan cenderung mengarah pada pemborosan anggaran. Hasbiallah bahkan menyebutkan bahwa dirinya pernah berdiskusi dengan salah satu pimpinan KPK terkait hal tersebut.
“Saya pernah tanya salah satu pimpinan KPK, untuk mengejar OTT itu satu tahun, berapa banyak uang kita yang harus habis. Ini kan permasalahan di kita seperti ini,” katanya.
Hasbiallah mengusulkan KPK untuk mengadopsi pendekatan yang lebih efektif, seperti memberikan peringatan langsung kepada pejabat yang menjadi target OTT agar menghindari tindakan korupsi.
“Kita telepon, 'hai bapak jangan melakukan korupsi, melakukan korupsi anda saya tangkap'. Kan selesai, tidak ada uang negara yang dirugikan,” ujarnya.
Pernyataannya itu disampaikan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Wisnu Baroto, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.
Sebut OTT Mahal dan Merugikan Negara
Gedung KPK. (Antara)
Dalam kesempatan yanga sama, Hasbiallah juga menyebut bahwa sistem OTT terlalu mahal dan merugikan negara.
“Yang berjalan sampai hari ini, uang negara sudah dirugikan, biaya terlalu mahal, dan negara rugi. Bagaimana tanggapan bapak (calon Dewas KPK), saya rasa, bagaimana OTT ini kalau bisa tidak ada di negeri ini,” tambahnya.
Baca Juga: Profil Hasbiallah Ilyas, Anggota DPR yang Usul KPK Telepon Pejabat Korupsi Sebelum OTT
Respons dan Kritik PKB
Namun, pernyataan ini menuai respons kritis dari Ketua Harian DPP PKB, Ais Shafiyah Asfar. Menurut Ais, meskipun OTT bukan indikator utama keberhasilan pemberantasan korupsi, metode ini tetap diperlukan sebagai salah satu instrumen.
“Pak Hasbi saya kira agak keliru soal OTT, bagi saya OTT bukan kampungan, bukan juga pemborosan, tapi OTT ini salah satu instrumen pemberantasan korupsi yang tetap perlu dilakukan,” katanya di Jakarta, Senin, 25 November 2024.
Baca Juga: KPK Pastikan OTT di Bengkulu Bebas dari Kepentingan Politik
Ais menekankan bahwa fokus utama dalam pemberantasan korupsi haruslah pencegahan, karena langkah tersebut lebih efektif dibandingkan penindakan masif. Ia juga mengusulkan agar sistem keuangan diperketat melalui transparansi, seperti penerapan e-planning, e-budgeting, dan e-procurement.
“Sebetulnya kalau sistem keuangan kita diperketat lagi, misalnya dengan e-planning, e-budgeting, e-procurement, saya yakin KKN bisa dihentikan. Dengan begitu juga akan mengurangi dan menghilangkan OTT,” tegasnya.
Bantahan Hasbiallah
Sementara itu, Hasbiallah membantah bahwa pernyataannya bermaksud meremehkan OTT. Ia menyebut pernyataannya tersebut hanya sekadar guyonan yang disalahartikan.
“Ada kesalahpahaman dalam membaca pernyataan saya. Maksud saya, yang saya sampaikan tujuan saya primadonanya itu adalah pencegahan, bukan berarti tidak mau (OTT), bukan berarti tidak setuju dengan tangkap tangan, saya setuju, di awal saya bilang setuju,” jelasnya.
Hasbiallah juga menekankan pentingnya menghindari kerugian negara sejak dini. “Yang selama ini yang saya tahu, yang saya amati itu sudah penerimaan kedua kali yang ditangkap itu 'kan atau penerimaan yang ketiga kali yang ditangkap. Kenapa tidak dari awal sudah ada indikasi, diperingatkan, sehingga tidak ada uang negara yang hilang,” katanya.
Menurutnya, KPK harus lebih proaktif dengan menggunakan alat-alat canggih yang dimiliki untuk mendeteksi indikasi pelanggaran lebih awal, sehingga anggaran negara tidak terbuang percuma.
“Karena KPK ini 'kan punya alat yang sangat canggih dan biaya negara mahal kenapa tidak mendeteksi dari awal?” pungkasnya.