Ntvnews.id, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, dalam kasus korupsi impor gula. Sehingga, penetapan tersangka Tom oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), dinyatakan sah secara hukum.
"Dan oleh karena itu (gugatan praperadilan Tom) patut untuk ditolak," ujar hakim tunggal praperadilan, Selasa, 26 November 2024.
Salah satu alasan hakim menolak gugatan praperadilan Tom, lantaran bukti kerugian keuangan negara yang disampaikan penyidik Kejagung sebesar Rp400 miliar yang berasal bukan dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sudah sesuai.
"Dalam perhitungan negara tidak diharuskan adanya bukti formal terlebih dahulu berupa kerugian negara yang final atau pasti oleh lembaga tertentu," kata hakim.
Menurut hakim, penyidik cukup menyampaikan kerugian keuangan negara yang nyata atau actual loss, yang dapat dihitung dalam kasus korupsi impor gula. Sebab, nantinya kerugian keuangan negara dalam kasus itu akan ditentukan oleh hakim yang menyidangkan perkara pidananya.
"Sebab perhitungan demikian tidak akan menjadi pasti dan final sampai diuji di persidangan oleh majelis hakim pokok perkara," kata hakim.
"Jadi perhitungan oleh ahli semata-mata hanya menjadi dasar di sidang pengadilan sampai majelis hakim memutuskan besarnya kerugian negara tersebut," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam sidang praperadilan dengan agenda mendengarkan kesaksian ahli, ahli hukum pidana yang dihadirkan pihak Tom, Mudzakkir, menyoroti tidak adanya laporan resmi dari pihak berwenang soal kerugian keuangan negara dalam kasus yang menjerat Tom Lembong. Padahal, kata dia, tak ada tindak pidana jika tidak ada kerugian keuangan negara.
Pernyataan itu, Mudzakkir kutip dari hakim yang mengadili sebuah kasus korupsi di Lampung. Menurut hakim itu, penetapan tersangka tak sah apabila tidak ada kerugian keuangan negara dalam sebuah kasus korupsi.
"Dan oleh Yang Mulia Hakim pada saat itu disebutkan bahwa tindakan menetapkan tersangka sebelum ada kerugian keuangan negara itu dinyatakan tidak sah," ujar Mudzakkir, Kamis, 21 November 2024.
Penetapan tersangka tidak sah, lanjut dia, karena bukti yang paling mendasar dari pelanggaran Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ialah kerugian keuangan negara.
Jika tak ada kerugian keuangan negara, artinya tidak ada perbuatan pidana.
"Mengapa tidak sah? Karena bukti utama tentang Pasal 2, Pasal 3 itu akhirnya pada kerugian keuangan negara, tak ada kerugian keuangan negara berarti tak ada pidana," tutur Mudzakkir.
"Dan tak ada pidana berarti tidak mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka," imbuhnya.
Kerugian keuangan negara sendiri laporannya harus dibuat oleh pihak yang berwenang. Laporan dibuat dengan cara audit investigasi keuangan negara.
"Siapa (yang berwenang)? Adalah BPK RI," ucap guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Sementara, pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mempertanyakan asal data kerugian negara akibat dari kebijakan impor gula yang diteken kliennya. Kejagung sebelumnya menyebut kerugian negara dalam kasus itu Rp 400 miliar.
Menurut dia, BPK selaku institusi yang berwenang melakukan audit keuangan negara, tak pernah menyatakan bahwa kebijakan Tom Lembong merugikan negara.
"Tentang kerugian negara, selalu dikatakan bahwa ini sudah ada temuan BPK, kerugian negara. Sampai saat ini, temuan BPK yang kami baca tidak menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan yang diambil tersebut," ujar Ari di PN Jaksel, Selasa, 5 November 2024.
Menurut Ari, BPK hanya menemukan hal-hal yang salah, dan meminta perbaikan untuk menegur Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Impor. Karenanya ia kembali mempertanyakan kerugian negara yang dimaksud Kejagung.
"Jadi kalau dikatakan kerugian negara, kerugian negara dari mana? Karena Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang korupsi itu, delik materil yang betul-betul harus dijelaskan secara limitatif. Tentang actual loss, kerugian negaranya," papar Ari.
"Nah, sampai saat ini kerugian negara yang dimaksud belum jelas. Katanya ada angka Rp 400 miliar, temuan dari siapa? Bagaimana temuannya? Karena dalam putusan Mahkamah Konstitusi sudah dijelaskan. Tidak boleh lagi dalam menyidik perkara korupsi disebutkan tentang potensial loss. Itu tidak boleh lagi. Tapi harus actual loss, kerugian yang nyata," sambungnya.