Ntvnews.id, Jakarta - Situs panduan perjalanan Fodor's menempatkan Bali dalam daftar destinasi yang tidak direkomendasikan untuk dikunjungi pada tahun 2025. Penilaian ini didasarkan pada berbagai isu yang melanda pulau wisata populer tersebut.
Setiap tahun, Fodor's merilis daftar "Fodor's No List", yang mencantumkan kawasan wisata yang dianggap tidak layak dikunjungi, meskipun sangat populer di kalangan turis dunia. Untuk 2025, Bali menempati posisi teratas, diikuti oleh Gunung Everest di Nepal, kota-kota di Spanyol seperti Barcelona dan Kepulauan Canary, serta Koh Samui di Thailand.
Kesamaan dari destinasi yang masuk dalam daftar ini adalah masalah overtourism, yaitu pariwisata yang berlebihan sehingga membebani infrastruktur lokal.
Baca Juga: Kecelakaan Mengerikan Truk Pasir Hantam Bus Pariwisata di Klaten
Masalah ini termasuk dalam pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti yang terjadi di Bali. Fodor's menyebut bahwa sampah di Bali telah menciptakan "kiamat plastik".
Menurut Bali Partnership, koalisi akademisi dan LSM yang menangani pengelolaan sampah, Bali menghasilkan sekitar 1,6 juta ton sampah setiap tahun, dengan hampir 303.000 ton berupa plastik. Namun, hanya 48% sampah yang dikelola dengan baik, dan hanya 7% plastik yang didaur ulang.
Akibatnya, sekitar 33.000 ton plastik mencemari sungai, pantai, dan laut Bali setiap tahunnya, mengancam ekosistem pulau tersebut.
"Pengelolaan sampah di Bali hampir tidak mampu mengimbangi volume yang dihasilkan, dan itu jauh dari cukup," ujar Kristin Winkaffe, seorang pakar perjalanan berkelanjutan di Asia Tenggara.
Masalah ini diperburuk oleh lonjakan jumlah wisatawan pascapandemi. Pada 2023, Bali mencatat 5,3 juta wisatawan internasional, hampir menyamai angka pra-pandemi sebesar 6,3 juta pada 2019.
Baca Juga: IKN Semakin Diminati, Otorita Sebut Kunjungan Wisatawan Capai 5.000 Orang Per Hari
Pada tujuh bulan pertama 2024, jumlah wisatawan asing meningkat menjadi 3,5 juta, naik 22% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lonjakan ini memberikan tekanan besar pada infrastruktur Bali, dengan pantai-pantai seperti Kuta dan Seminyak kini dipenuhi sampah, sementara sistem pengelolaan sampah kewalahan.
Kondisi ini juga mencerminkan buruknya tata kelola pariwisata di Bali. World Wildlife Fund (WWF) telah lama mengkritik perkembangan pariwisata di Bali, yang disebut terlalu cepat dan tanpa perencanaan berkelanjutan.
Dalam laporan tahun 2007, WWF menyatakan bahwa pariwisata telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan Bali, dengan ekosistemnya menjadi sangat rentan.