Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Luar Negeri Prancis, Jean Noel Barrot mengatakan ada beberapa pemimpin dunia yang kebal dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Pernyataan tersebut disampaikan setelah ICC mengeluarkan surat perintah untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Baca Juga: Politik Filipina Makin Panas, Wapres Sara Duterte Digugat Kepolisian
"Berlaku bagi pemimpin Israel Netanyahu dan menteri terkait lainnya dan harus diperhitungkan jika ICC meminta penangkapan dan penyerahan mereka," kata Jean Noel Barrot dilansir Antara, Kamis 28 November 2024.
Benjamin Netanyahu (Istimewa)
Prancis dan Israel, menurut Kemlu Prancis, merupakan dua negara demokrasi yang berkomitmen pada supremasi hukum dan penghormatan terhadap keadilan yang profesional dan independen.
"Sesuai dengan persahabatan bersejarah antara Prancis dan Israel, Prancis bermaksud untuk terus bekerja sama erat dengan Benjamin Netanyahu dan otoritas Israel lainnya untuk mencapai perdamaian dan keamanan bagi semua orang di Timur Tengah," kata Kemlu.
Pekan lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Gallant "atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024" di Gaza.
Rusia Tawarkan Pertukaran 630 Tahanan Perang dengan Ukraina
Menurut Pasal 27 Statuta Roma, kekebalan tidak membuat seseorang luput untuk diadili oleh ICC, sementara Pasal 98 menekankan bahwa negara harus menghormati kewajiban internasional terkait kekebalan diplomatik.
Serangan genosida Israel di Gaza telah berlanjut sejak 7 Oktober 2023, dan telah menewaskan lebih dari 44 ribu orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Pembantaian tersebut telah memaksa hampir seluruh penduduk daerah kantong tersebut mengungsi. Blokade yang diterapkan Israel juga telah menyebabkan kekurangan parah pada makanan, air bersih, dan obat-obatan sehingga mendorong penduduk ke ambang kelaparan.
Barrot memuji pemain Prancis, yang bersama Amerika Serikat menjadi perantara dalam pencapaian kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon. Gencatan senjata itu mulai berlaku pada Rabu 27 November 2024. Perjanjian tersebut mencakup ketentuan penarikan militer Israel dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari serta pengerahan angkatan bersenjata Lebanon.
Baron menyebut gencatan senjata tersebut sebagai "keberhasilan besar bagi Prancis" dan menyatakan harapan bahwa kesepakatan yang dicapai dapat membuka jalan bagi reformasi yang sangat dibutuhkan di Lebanon.
"Prancis akan memainkan peran sepenuhnya dalam memastikan penerapan perjanjian tersebut," katanya menambahkan.