Ntvnews.id, Jakarta - Keputusan mengejutkan datang dari Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa muda yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan. Ia secara terbuka mengumumkan pengunduran dirinya dari lembaga tersebut melalui unggahan di akun TikTok pribadinya, Jumat, 29 November 2024.
Dalam keterangan tertulis yang diunggah, Jovi menyampaikan rasa kecewa mendalam terhadap sikap pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia yang ia nilai bertindak sewenang-wenang. Pengunduran dirinya disebut sebagai bentuk protes terhadap upaya kriminalisasi dan intervensi yang ia alami selama menjalani tugas.
Baca Juga: Jaksa Jovi Andrea Bachtiar Mundur Sebagai Jaksa, Ini Isi Surat Pengunduran Dirinya
"Pengunduran diri dari status kepegawaian Kejaksaan Republik Indonesia sebagai bentuk kekecewaan yang sangat mendalam atas segala upaya kriminalisasi penuh intervensi dan perbuatan sewenang-wenang yang telah dilakukan oleh pimpinan kejaksaan Republik Indonesia," jelasnya.
Surat Pengunduran Diri Jaksa Jovi (TikTok)
Berikut adalah isi keterangan surat pengunduran diri Jaksa Jovi Andrea Bachtiar:
Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa terima kasih saya ucapkan kepada para pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia yang telah menerima saya berproses, berkarya, dan mengabdi di Kejaksaan Republik Indonesia selama kurang lebih 3 (tiga) tahun sebagai Analis Penuntutan di Cabang Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una di Wakai dan 1 (satu) tahun sebagai Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan.
Banyak sekali suka dan duka telah saya rasakan selama 4 (empat) tahun mengabdi sebagai insan Adhyaksa. Jujur saja dari suka dan duka tersebut saya lebih banyak merasakan kekecewaan. Saya yang memperoleh peringkat 39 dari ribuan peserta seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kejaksaan Republik Indonesia yang dinyatakan lolos seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada masa awal pengabdian di Kejaksaan Republik Indonesia harus menerima takdir bahwa saya ditempatkan bekerja di wilayah kepulauan yang sangat jauh dari alamat domisili sebagaimana tertera di kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP), Sementara itu, beberapa orang rekan sejawat yang memiliki keluarga atau kolega bekerja sebagai pejabat pemerintahan baik di internal maupun eksternal Kejaksaan Republik Indonesia malah memperoleh penempatan di satuan kerja sesuai wilayah Provinsi yang tertera pada domisili KTP nya walaupun mereka berada di peringkat 300-500 an sesuai nilai akhir seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kejaksaan Republik Indonesia.
Selain itu, pada akhir tahun 2022 saya pernah dicabut statusnyn dari kepesertaan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 79 Gelombang 1 beberapa hari sebelum pelantikan sekalipun nilai akademik saya peringkat 3 di Kelas I hanya karena saya mengirimkan surat kepada Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia agar melakukan pengawasan terhadap Jaksa Agung Muda Pembinaan supaya penempatan Calon Jaksa setelah dinyatakan lulus dan dilantik menjadi Jaksa agar bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Selanjutnya, pada bulan Februari 2023 saya pernah hampir mati tenggelam di tengah laut Teluk Tomini ketika kapal speedboat yang saya naiki bersama 6 (enam) orang rekan kerja lainnya diterjang ombak setinggi 5-7 meter selama kurang lebih 3 (tiga) jam pada saat akan melaksanakan program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) di SMA I Una Una di Kecamatan Wakai Kepulauan Togean Kabupaten Toje Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah.
Kemudian pada akhir tahun 2023 tepatnya di bulan Oktober saya harus mengalami kekecewaan yang sangat mendalam ketika saya dinyatakan tidak diperkenankan mengikuti seleksi 10 besar peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 80 Gelombang 1 terbaik yang berhak memperoleh hak untu memilih penempatan kerja selanjutnya sekalipun nilai akademik saya tertinggi di Kelas III (selisih sekitar 120 poin dengan peringkat kedua di kelas) hanya karena saya mengkritik tegas agar seorang peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) yang telah terbukti mengidap gangguan kejiwaan setelah dilakukan pemeriksaan secara mendalam atas perintah Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional supaya dicabut status kepesertaannya terlepas siapapun Pejabat di belakang seorang tersebut yang selama ini memback up hingga dapat memperoleh penempatan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan lolos medical check up Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 80 Gelombang 1.
Mirisnya, pada tahun 2024 ini saya malah mengalami upaya kriminalisasi penuh intervensi dan intrik jahat untuk menghancurkan nama baik dan karir saya di Kejaksaan hanya karena saya mengkritik penggunaan mobil dinas Pajero Sport Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan agar tidak disalahgunakan dan atau supaya tidak digunakan oleh pegawai yang tidak berhak. Bahkan betapa jahatnya Siti Holija Harahap yang merupakan adik kandung dari bapak Babul Khoir Harahap (Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia) terlihat jelas ingin meughancurkan karir saya di Kejaksaan Republik Indonesia malah melaporkan saya ke Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara agar saya direkomendasikan kepada Jaksa Aging Muda Pengawasan supaya kemudian diusulkan kepada bapak Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin agar saya dipecat dari Kejaksaan Republik Indonesia dengan klaim jahat bahwa telah terjadi perbuatan indisipliner saya tidak masuk kerja selama 29 hari secara akumulasi dalam setahun.
Padahal pada bulan Februari 2024 saya pernah memperoleh Cuti Tabunan selama 5 (lima) hari untuk berjuang di Mahkamah Konstitusi menutup celah hukum bagi anggota dan/atau pengurus partai politik diangkat menjadi Jaksa Agung tetapi Siti Holija Harahap bersama Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan dengan dalth ingin membatalkan Surat Cuti Tahunan yang telah diterbitkan sebelumnya malah turut serta melakukan illegal access terhadap akun kepegawaian (MySimkari) saya kerraadian membuat dokumen elektronik berupa formulir permohonan Cuti (fiktif) dengan membubuhkan Tanda Tangan Elektronik (TTE) saya tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan saya selaku pemilik akun Aus berbagai perbuatan sewenang-wenang tersebut setelah melakukan perenungan yang sangat panjang akhireya saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Kejaksaan Republik Indonesia. Karena sangat wujar apabila saya kecewa atas perlakuan jahat dengan tidak menggunakan hati nurani dari pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia yang ingin sekali mengkriminalisasi dan melakukan pemecatan terhadap saya.
Padahal saya ini telah menunjukan keintaan saya terhadap insutasi Kejaksaan Republik Indonesia dengan bukti konkret selama 3 (tiga) tahun sejak masih berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) berjuang di Mahkamah Konstitusi mengajukan Uji Materi UU KEJAKSAAN untuk membebaskan Kejaksaan dari belenggu rasa cemas dan takut dipimpin oleh Jaksa Agung yang berasal dari anggota dan/atau pengurus partai politik. Semua biaya operasional perjuangan tersebut lebih dari Rp 70.000.000,- (Tujuh Puluh Juta Rupiah) saya habiskan dari tabungan pribadi saya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XXII/2024 merupakan bukti kecintaan saya terhadap institusi Kejaksaan Republik Indonesia yang sampai kapanpun tidak dapat terhapuskan dari sejarah penegakan hukum di Indonesia bahwa memang hanya saya yang berani dan berhasil berjuang menutup celah hukum dalam UU KEJAKSAAN bagi anggota atau pengurus partai politik diangkat menjadi Jaksa Agung demi terwujudnya independensi Kejaksaan Republik Indonesia dalam melakukan penegakan hukum khususnya berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi.
Selain itu, saya juga menjadi satu-satunya Jaksa yang dengan kepeduliannya terhadap penguatan kedudukan dan kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia menggunakan tabungan pribadi berjuang di Mahkamah Konstitusi mengajukan Uji Materi UU KEJAKSAAN yang teregistrasi dengan Perkara Nomor 63/PUU-XXII/2024 berjuang mengembalikan kewenangan Jaksa mengajukan Peninjauan Kembali yang telah dinyatakan inkonstitusional dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 yangmana permohonannya tersebut diajukan oleh seorang oknum Notaris di Bali bernama Hartono yang sempat menjadi Terdakwa pada perkara dugaan pemalsuan surat dalam Perjanjian Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri.
Saya sadar bahwa saya masih seumur jagung menjadi Jaksa seperti yang diutarakan oleh bapak MANGIHUT SINAGA (seorang pensiunan Jaksa yang menjadi anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Saya juga sadar bahwa saya bukan berasal dari keluarga pejabat pemerintahan baik intemal maupun eksternal Kejaksaan Republik Indonesia karena memang kenyataannya kedua orang tua saya hanya merupakan buruh tani di Kabupaten Simalungun.
Namun, saya sudah menunjukan bukti konkret kecintaan saya terhadap Kejaksaan Republik Indonesia dengan perjuangan saya di Mahkamah Konstitusi tersebut dan perjuangan saya yang sampai detik ini tidak pernah melakukan pemerasan serta tidak pernah menerima suap dan/atau gratifikasi pada penanganan perkara sebagai seorang Jaksa. Walaupun demikian saya sebagai seorang anak buruh tani yang merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada punya harga diri yang tidak boleh diinjak-injak oleh siapapun sesuai motto hidup saya, yaitu "rendah hati itu suatu keharusan tetapi jangan rendah diri." Saya menganggap semun perjuangan dan pengorbanan saya untuk Kejaksaan Republik Indonesia dianggap sepele dan tidak dihargai oleh pimpinan baik pimpinan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara maupun Kejaksaan Agung. Padahal saya bukan seorang Jaksa bajingan.
Saya tidak seperti 2 (dua) orang Jaksa di Kejaksaan Negeri Batubara yang sempat viral videonya melakukan pemerasan pada penanganan perkara yangmana kedua orang Jaksa tersebut tidak dipecat dari Kejaksaan Republik Indonesia dan tidak dipenjarakan oleh pimpinan sekalipun perbuatan mereka telah mencoreng nama baik Kejaksaan Republik Indonesia, Oleh karena itu, sangat wajar apabila saya mengajukan permohonan pengunduran diri dari Kejaksaan Republik Indonesia jika memang saya tidak lagi ingin dipertahankan tetap mengabdi di Kejaksaan Republik Indonesia oleh pura pimpinan.
Saya berharap kedepan Kejakwan Republik Indonesia lebih baik lagi dan tidak memberikan kesempatan kepada para Jaksa yang arogan untuk memperoleh jabatan struktural apalagi kalau hanya mengandalkan hubungan kedekatan dengan para pimpinan Sayn akan tetap berjuang untuk mengharumkan nama baik Kejaksaan Republik Indonesia sekalipun saya tidak lagi berada di dalam institusi Kejaksaan Republik Indonesia. Demikian surat permohonan pengunduran diri ini saya bunt. Atas perhatian dan kebyaksanaannya, saya sucapkan terima kasih.