Ntvnews.id, Jakarta - Pemuda disabilitas ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan terhadap mahasiswi perguruan tinggi negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pemuda bernama Iwas alias Agus Buntung itu, membantah melakukan rudapaksa. Sebab dalam aktivitas sehari-hari saja seperti membuka baju, buang air kecil dan buang air besar saja, ia mengaku kerap dibantu ibunya.
Kasus ini viral di media sosial usai video bantahan Agus tersebut beredar.
Polda NTB pun menjelaskan mengapa pihaknya menetapkan Agus sebagai tersangka pemerkosaan.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Syarief Hidayat, meski Agus tak memiliki dua tangan, tapi saat menjalankan aksi bejatnya ia didukung kakinya. Kaki ini senantiasa digunakan Agus saat melakukan aktivitas sehari-hari.
Ia mengatakan, kondisi yang disabilitas, dimanfaatkan Agus untuk menyetubuhi korban. Sebab, orang pasti berpikiran dirinya takkan mungkin melakukan pemerkosaan, karena tak memiliki tangan untuk melakukan pemaksaan hubungan badan.
Agus juga memilih korban dengan kondisi yang lemah secara emosi.
"Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual," ujar Syarief, dikutip Minggu, 1 Desember 2024.
Polisi sudah memeriksa lima orang saksi dan dua orang saksi ahli. Berdasarkan hasil visum, juga ditemukan dua luka lecet di kelamin korban akibat benda tumpul.
"Ini bisa disebabkan oleh alat kelamin atau yang lainnya, namun tidak ditemukan adanya luka robek lama atau baru di selaput dara," tuturnya.
Hasil pemeriksaan psikologi terhadap tersangka, juga terungkap penyebab Agus melakukan pemerkosaan. Yakni akibat pengaruh judi, minuman keras, serta gara-gara bullying yang diterimanya sejak masih kecil.
"Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi," kata Syarief.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Agus sudah melewati sejumlah rangkaian. Polisi pun telah meminta keterangan ahli.
"Kita sudah melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan saksi-saksi, kita sudah menghadirkan ahli, berdasarkan kesaksian ahli meningkatan status yang bersangkutan dari saksi menjadi tersangka," ujar AKBP Ni Made Pujawati.
Ni Made Pujawati menjelaskan, kekerasan seksual atau pemaksaan yang dilakukan Agus terhadap korban bukan secara fisik. Tapi, Agus melakukan tekanan psikis, sehingga korban takut dan tidak bisa menolak keinginan pemuda yang juga seniman itu.
"Dia menggerakkan seseorang untuk mau melakukan tindakan yang dia kehendaki sehingga orang kemudian tergerak. Ada unsur menekan suatu kondisi merasa takut sehingga tidak bisa kuasa untuk menolak keinginan tersangka," tuturnya.
Atas perbuatannya, Agus dijerat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.
Walau demikian, polisi tak menahan Agus lantaran ia kooperatif selama pemeriksaan.