Ntvnews.id, Jakarta - Isu mengenai "Partai Coklat" mencuat di tengah persiapan Pilkada serentak 2024 yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November. Fenomena ini memicu spekulasi tentang keterlibatan pihak tertentu dalam memengaruhi hasil pemilu, termasuk menyeret nama mantan Presiden RI, Joko Widodo.
Berbagai tanggapan muncul dari tokoh politik hingga anggota legislatif. Namun, apakah isu ini memiliki dasar atau sekadar kabar bohong? Berikut kronologi lengkap dan berbagai penjelasan.
Asal Mula Istilah "Partai Coklat"
Istilah ini pertama kali diungkapkan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam wawancara pada 22 November 2024. Menurut Hasto, istilah tersebut mengacu pada kelompok simpatisan Joko Widodo yang diduga berupaya mengintervensi proses politik di Pilkada serentak.
Baca Juga: Demokrat Semprit PDIP: Nggak Ada 'Partai-partai Cokelat' Itu!
Hasto menuding adanya mobilisasi politik yang menyerupai struktur kerajaan dengan agenda tersembunyi untuk melindungi kepentingan Jokowi. Pernyataan ini segera viral setelah ditayangkan dalam program di YouTube.
Tanggapan Joko Widodo
Mantan Presiden Joko Widodo menanggapi tuduhan ini pada 29 November 2024. Ia meminta semua pihak memberikan bukti atas tuduhan keterlibatan dirinya dengan "Partai Coklat". Jokowi juga menyarankan agar isu ini dilaporkan ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada bukti kuat.
"Tuduhan semacam ini tanpa dasar hanya akan menciptakan keresahan di masyarakat menjelang Pilkada," tegasnya.
DPR Menyebut Isu "Partai Coklat" sebagai Hoaks
Pada hari yang sama, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa isu "Partai Coklat" adalah hoaks. Ia menilai tuduhan tersebut tidak masuk akal mengingat proses pemilu melibatkan banyak partai yang sering saling berkoalisi.
Baca Juga: Ketum Partai Hadiri Kampanye Akbar Ridwan Kamil-Suswono, Prabowo dan Jokowi?
"Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok (partai coklat) dan lain sebagainya itu kami kategorikan sebagai hoaks," ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Habiburokhman menekankan pentingnya menyampaikan pernyataan berdasarkan bukti kuat, terutama bagi anggota legislatif, untuk menjaga kredibilitas lembaga dan mencegah kondisi politik yang tidak kondusif.
Imbas Isu: Laporan ke Mahkamah Kehormatan DPR
Isu ini kemudian merembet ke internal DPR. Beberapa anggota legislatif yang menyebarkan narasi tentang "Partai Coklat" dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Proses investigasi akan melibatkan pemanggilan pihak terkait dan pengumpulan bukti.
Namun, Habiburokhman tidak mengungkapkan nama-nama anggota DPR yang dilaporkan. Ia hanya menegaskan bahwa tuduhan tanpa bukti dapat membawa konsekuensi etik.