KPK Tekankan Tidak Ada Pengecualian, Korupsi Militer Harus Diusut

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Des 2024, 18:03
Akbar Mubarok
Penulis
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan tanggapan terkait putusan MK soal kewenangan KPK mengusut kasus korupsi libatkan militer di Sanur, Denpasar, Bali, Senin 2 Desember 2024 Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan tanggapan terkait putusan MK soal kewenangan KPK mengusut kasus korupsi libatkan militer di Sanur, Denpasar, Bali, Senin 2 Desember 2024 ((Antara (Rolandus Nampu) ))

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia menyatakan bahwa kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan oknum militer, sesuai dengan putusan MK, bertujuan untuk menegaskan posisi kesetaraan di hadapan hukum.

"Bagus-bagus aja, supaya pemberantasan korupsi itu lebih tuntas misalnya, terhadap pihak-pihak yang selama ini merasa kebal hukum ya itu juga bisa kita tangani secara adil," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Senin 2 Desember 2024.

Alex menyatakan bahwa putusan MK tersebut menegaskan kewenangan KPK dalam mengusut tuntas kasus tindak pidana korupsi. Keputusan ini juga menegaskan komitmen Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam pemberantasan korupsi, di mana setiap individu memiliki kedudukan yang setara di hadapan hukum.

Baca Juga : Pasca OTT, KPK Segel Ruang Kerja Gubernur dan Sekda Bengkulu

"Saya selalu sampaikan dan saya kira sudah menjadi komitmen kepala negara, Presiden (Prabowo Subianto) ketika menyebutkan bahwa semua orang itu berkedudukan sama di muka hukum nggak lihat jabatannya, nggak lihat pangkatnya dan sebagainya. Jangan pernah orang merasa dia bisa lepas bebas dari hukum karena didukung di belakang saya ada a, ada b, ada c dan lain-lain," ucapnya.

Menurut Alex, putusan tersebut tidak muncul karena ketidakpercayaan publik terhadap penindakan hukum yang dilakukan oleh TNI selama ini. Putusan tersebut, menurutnya, hanya merupakan penegasan atas kewenangan KPK dalam menyelidiki kasus dugaan korupsi di lingkungan militer.

Setelah putusan tersebut, KPK kini sedang menjajaki nota kesepahaman dengan Puspom TNI, serta dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

"Sedang berusaha untuk menjajaki untuk menandatangani MoU/nota kesepahaman," kata Alex.

Namun, Alex belum dapat memastikan kapan pertemuan dengan pihak TNI untuk membahas putusan tersebut akan dilaksanakan.

"Keputusan kemarin itu hanya penegasan kali ya. Dalam UU KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penuntutan yang dilakukan oleh orang sipil dan melibatkan anggota TNI," katanya.

Baca Juga : PDIP Mau Polri di Bawah TNI, Tugasnya Atur Lalu Lintas-Patroli di Perumahan

"Jadi kalau dari awal perkaranya ditangani KPK nggak perlu lagi dilimpahkan. Tetapi dari pihak TNI dari awal dia yang melakukan penyelidikan, penyidikan terkait anggota atau staf TNI yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dari Puspom TNI sendiri, merekalah yang akan memproses," tambahnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk menyelidiki kasus korupsi yang melibatkan unsur militer, selama kasus tersebut dimulai oleh KPK dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Penegasan ini merupakan interpretasi baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh advokat Gugum Ridho Putra dalam perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023.

Pasal 42 UU 30/2002 sebelumnya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”

MK menjelaskan bahwa permasalahan dalam kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer (korupsi koneksitas) muncul karena adanya penafsiran yang berbeda di kalangan penegak hukum mengenai ketentuan dalam pasal tersebut.

Menurut MK, jika pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, tidak ada keraguan bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan proses hukum untuk kasus yang melibatkan unsur sipil dan militer.

Mahkamah juga menilai bahwa masalah dalam perkara korupsi koneksitas tidak hanya berkaitan dengan kepatuhan terhadap norma hukum, tetapi juga dengan sikap penegak hukum dalam menjalankan proses penegakan hukum.

Oleh karena itu, Pasal 42 UU 30/2002 kini dibaca menjadi: “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

(Sumber: Antara)

 

x|close