Ntvnews.id, Jakarta - Tim Pemenangan Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) meminta pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Jakarta 2024 digelar. Terutama dilaksanakan di wilayah-wilayah yang bermasalah.
"Dan kita menuntut kepada KPU untuk melakukan PSU di semua TPS yang di dalamnya banyak warga yang tidak dapat undangan, padahal warga tersebut ada di dalam DPT yang dikeluarkan oleh KPU," ujar Sekretaris Tim Pemenangan RIDO Basri Baco, dalam jumpa pers di Kantor Pemenangan RIDO di Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 2 Desember 2024.
"Walaupun DPT itu di ternyata tidak akurat, karena masih ada orang-orang yang sudah meninggal 1-2 tahun yang lalu, namanya masih ada dalam daftar pemilih tetap tersebut," imbuhnya.
Kubu RIDO sendiri bakal melaporkan KPU Jakarta ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Penyebabnya, KPU dan jajaran dianggap tak becus serta tidak profesional dalam menjalankan tugas menyelenggarakan Pilkada Jakarta.
"Dan hari ini atau insyaallah paling lambat besok kami akan melaporkan ke DKPP mengenai tidak profesionalitasnya KPU dalam menjalankan tupoksinya dalam Pilkada (Jakarta 2024) kemarin," kata Basri.
Ketidakprofesionalan KPU Jakarta ini, terlihat dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jakarta 2024 yang hanya 4,3 juta warga dari 8,2 juta daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Basri, jajaran KPU termasuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), tak becus menjalankan tanggung jawabnya.
Misalnya, soal adanya nama pemilih di DPT, namun justru tak diundang menggunakan hak pilih karena tak mendapat formulir C6 atau surat pemberitahuan pemungutan suara dari KPPS. Atau masih diundangnya pemilih, meski telah meninggal dunia 1-2 tahun lalu.
"Ada hak rakyat yang dihilangkan (oleh KPU Jakarta). Hak apa itu? Hak untuk bisa memilih calon gubernurnya," kata dia.
Apalagi, lanjut dia, ada video viral di media sosial yang menunjukkan anggota KPPS di Pinang Ranti, Jakarta Timur, mencoblos surat suara untuk pasangan calon Pramono Anung dan Rano Karno. Setelah didalami, kata Basri, anggota tersebut mengaku disuruh oleh Ketua KPPS. Tim RIDO meyakini kecurangan model ini masif terjadi.
"Yang kita minta diusut ini tidak mungkin berdiri sendiri, pasti ini ada masifnya. Ketua KPPS pasti ada yang suruh, ada yang menggerakkan, mengkoordinasikan. Kebetulan saja ketangkapnya di Pinang Ranti. Kami percaya ini masif terjadi. Ini adalah salah satu bentuk ketidaknetralan penyelenggara Pilkada," jelas dia.
Terkait banyaknya warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya, baik karena formulir C6 tak diberikan atau terlambat disampaikan, Basri menduga hal itu sengaja dilakukan. Utamanya terhadap wilayah-wilayah dimana banyak pendukung Ridwan Kamil-Suswono.
"Ini bisa jadi ada unsur kesengajaan. Sengaja ditahan, sengaja tidak dibagikan, mungkin di basis-basis 01, sehingga para pendukung 01 ini tidak bisa berangkat mencoblos di TPS-nya masing-masing. Dan ini laporannya banyak," akunya.
Hingga kini, Tim RIDO masih mendata berbagai laporan kecurangan di Pilkada Jakarta. Utamanya soal laporan terkait adanya nama di DPT, namun tak diundang memilih. Serta, adanya undangan memilih terhadap warga yang sudah meninggal. Data ini nantinya dijadikan bukti pihaknya.