Ntvnews.id, Jakarta - Tim dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melakukan kunjungan ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) untuk mengevaluasi penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, mengonfirmasi kunjungan tim Bareskrim Polri tersebut di Mataram, Selasa, 3 Desember 2024, untuk memeriksa langkah-langkah yang telah dilakukan dalam menangani kasus tersebut.
Syarif menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik kunjungan tersebut dan memberikan penjelasan mengenai fakta-fakta serta proses penanganan kasus yang telah dilakukan.
Baca juga: Angin Kencang dan Ombak Tinggi Paksa Pelabuhan Merak Hentikan Layanan Sementara
Dalam penjelasannya, Syarif memaparkan tahapan penanganan kasus dari penyelidikan hingga penyidikan yang mengarah pada penetapan IWAS sebagai tersangka, serta pelimpahan berkas perkara ke jaksa peneliti.
Ia juga menjelaskan bahwa tim Bareskrim memeriksa apakah penanganan kasus ini telah sesuai dengan peraturan dan langkah-langkah prosedural yang berlaku.
Syarif menegaskan bahwa pihaknya bersikap terbuka terhadap pengawasan, baik dari publik maupun lembaga pengawas, untuk memastikan penanganan kasus dilakukan secara transparan.
Selama penyelidikan, kepolisian melibatkan komite disabilitas daerah (KDD) untuk memberikan pendampingan, mengingat status tersangka sebagai penyandang disabilitas.
Syarif memastikan bahwa pengawasan ini diterima dengan baik sebagai bentuk transparansi, sekaligus membuktikan bahwa penanganan kasus telah berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Ia menambahkan bahwa laporan kasus ini berasal dari korban, dan kepolisian berkewajiban melindungi hak-hak korban sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Viralnya kasus ini di media sosial, yang menyoroti seorang penyandang disabilitas tanpa kedua lengan menjadi tersangka, juga menjadi perhatian pihak kepolisian.
Syarif mengatakan bahwa komentar publik di media sosial dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja, terutama dalam menangani kasus yang tidak biasa ini.
Menurutnya, kasus ini memberikan pelajaran bagi kepolisian untuk menyampaikan informasi penanganan yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
IWAS, yang berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan yang mengidentifikasi dua alat bukti.
Alat bukti tersebut mencakup hasil pemeriksaan terhadap dua korban, keterangan saksi, hasil visum, dan analisis ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Penyidik menyatakan bahwa IWAS melakukan tindakan pelecehan seksual melalui komunikasi verbal yang memengaruhi psikologi korban.
Dalam berkas perkara, penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
(Sumber: Antara)