Ntvnews.id, Taheran - Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyuarakan kritik terhadap aturan wajib hijab yang diterapkan di negaranya, terutama undang-undang baru yang memberikan ancaman hukuman lebih berat bagi para pelanggarnya.
Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan keraguannya terhadap kebijakan tersebut, yang menurutnya berpotensi merusak berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dilansir dari AFP, Rabu, 4 Desember 2024, Pezeshkian menyoroti dampak dari aturan ketat terkait hijab, yang mewajibkan perempuan menutupi rambut di tempat umum sejak Revolusi Islam 1979.
Baca Juga: Sejarah Natal: Dari Kelahiran Yesus Hingga Menjadi Tradisi Dunia
Namun, belakangan semakin banyak perempuan yang menolak aturan tersebut, terutama setelah kematian tragis Mahsa Amini di tahanan polisi moral pada September 2022, yang memicu gelombang protes besar-besaran.
“Saya memiliki banyak keraguan terhadap undang-undang ini sebagai orang yang bertanggung jawab untuk meresmikannya,” ujar Pezeshkian dalam wawancara dengan televisi pemerintah.
Undang-undang baru itu, yang mengatur soal "hijab dan kesucian," mengancam pelanggar dengan denda setara gaji rata-rata 20 bulan bagi perempuan yang tidak memakai hijab secara benar atau melepasnya di tempat umum maupun media sosial.
Pelanggar juga diwajibkan membayar denda dalam waktu 10 hari atau menghadapi pembatasan, seperti larangan perjalanan dan akses terhadap layanan publik, termasuk pengurusan SIM.
Baca Juga: Geger, Petinggi Garda Revolusi Iran Tewas di Suriah
UU tersebut juga mengatur hukuman berat, seperti penjara maksimal 10 tahun, bagi pihak yang dianggap mempromosikan pakaian tidak pantas atau melecehkan hijab.
Aturan itu bahkan melibatkan hukuman bagi selebriti dan pengusaha yang melanggar, serta pihak yang berkolusi dengan media asing untuk menyebarkan norma yang bertentangan dengan aturan berpakaian di Iran.
UU ini memperluas cakupan hingga mengatur cara berpakaian laki-laki, melarang pakaian yang terlalu terbuka seperti memperlihatkan dada atau celana di atas pergelangan kaki. Pelanggaran berulang akan dikenakan sanksi yang meningkat secara bertahap.
Pezeshkian, yang menjabat sejak Juli, telah berjanji untuk membubarkan polisi moral, meskipun lembaga itu secara resmi belum dibubarkan. Ia juga belum memberikan kepastian apakah akan menandatangani undang-undang tersebut sebelum batas waktu 13 Desember. P
ezeshkian menegaskan bahwa pemimpin Iran seharusnya menghindari kebijakan yang dapat memicu alienasi di masyarakat.
Sementara itu, banyak pihak mengkritik UU ini karena dianggap ambigu, seperti tidak jelasnya definisi "setengah telanjang" yang dikategorikan sebagai tindak kejahatan dengan ancaman hukuman berat. Bagi sebagian kalangan, aturan ini mencerminkan pendekatan yang terlalu represif dan menimbulkan ketegangan lebih lanjut dalam masyarakat Iran.