Guru Gembul Sebut Jayabaya Tak Pernah Menulis Ramalan: Tidak Meninggalkan Catatan Apapun

NTVNews - 27 Mei 2024, 11:10
Dedi
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Guru Gembul Guru Gembul (Tangkapan Layar: Instagram)

Ntvnews.id, Jakarta - Seperti diketahui, sejak beberapa waktu lalu media sosial kerap dihebohkan dengan berbagai ramalan dari Prabu Jayabaya yang berasal dari Kerajaan Kediri. Dia memerintah kerajaan tersebut sekitar tahun 1135-1159 Masehi hingga mencapai masa kejayaan. 

Namun, baru-baru ini Guru Gembul yang merupakan seorang YouTuber berbau sejarah masa lalu mengungkap fakta mencengangkan mengenai Prabu Jayabaya. Ia menegaskan bahwa raja terkenal dari Kerajaan Kediri tersebut tidak pernah menulis ramalan. 

“Jadi ramalan Jayabaya itu tidak ditulis oleh Sri Jayabaya, karena Sri Jayabaya itu tidak pernah meninggalkan catatan tertulis apapun,” kata Guru Gembul seperti dilansir dari kanal YouTube RJL5, pada Senin, 27 Mei 2024.

Guru Gembul <b>(Tangkapan Layar: Instagram)</b> Guru Gembul (Tangkapan Layar: Instagram)

Bukan hanya itu saja, Guru Gembul juga menyebutkan bahwa foto Raja Jayabaya yang saat ini beredar di berbagai platform media sosial bukan foto asli dari sang raja. Dalam foto yang beredar, Raja Jayabaya terlihat sangat gagah dengan mahkota emas di kepalanya. 

“Fotonya ini, ini juga bukan bukan wajah beliau (Jayabaya). Pada saat itu nggak ada yang melukis dan menggambarkan wajah beliau itu seperti apa,” jelasnya.

Ia juga mengatakan bahwa ramalan Jayabaya baru ditulis pada tahun 1600-an dengan mencatut atau menceritakan tokoh Jayabaya yang hidup tahun 1100-an. Hal ini terjadi karena orang-orang terdahulu sering mengaitkan dengan tokoh-tokoh besar di masa lalu. 

“Itu jauh banget loh, tapi ya begitu orang-orang di zaman dahulu, mereka memang mengaitkan orang-orang besar untuk menulis karya sastra,” ungkapnya.

Jayabaya <b>(Istimewas)</b> Jayabaya (Istimewas)

Guru Gembul juga mengatakan bahwa dulu di Jawa kegiatan menulis adalah hal yang sakral dan tidak semua orang bisa melakukannya. “Sehingga untuk menulis seseorang harus bikin selamatan, bahkan harus numbalin kepala kerbau gitu untuk menulis prasasti,” ucapnya.

Setelah memasuki zaman Islam, para pendakwah Islam justru menawarkan untuk membaca dan menulis. Sehingga, pada zaman tersebut banyak orang yang mulai membuat karya tuliis. Kebiasaan ini terjadi seperti pada saat Sunan Gresik masih menyiarkan Islam. 

“Sunan Gresik, selain dia buka padepokan pencak silat, dia juga mengajar membaca dan menulis. Sejak saat itulah sastra di Jawa berkembang pesat, baru muncullah Babad Tanah Jawa,” jelasnya.

“Zaman dulu itu, orang tidak biasa menuliskan siapa penulisnya, karena mereka memang ngambil dari cerita-cerita rakyat, pernyataan dari mulut ke mulut, akhirnya banyak sekali versi,” pungkasnya.

x|close