Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, Kamis, 5 Desember 2024, pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan sebelumnya.
Penggeledahan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB dan berlangsung di ruang kerja Kepala Disnakertrans. Selama proses tersebut, tim penyidik KPK mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian bersenjata lengkap.
Baca Juga: Harapan Puan Maharani pada Pimpinan Baru KPK: Semoga Bisa Memitigasi dan Mengantisipasi Korupsi
Selain melakukan penggeledahan, penyidik KPK juga memeriksa Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Syarifudin.
Pada pukul 17.00 WIB, penyidik keluar dari kantor membawa sebuah koper berisi dokumen-dokumen yang diduga terkait dengan kasus pemerasan yang melibatkan tiga tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya oleh KPK.
Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Syarifudin, memilih bungkam ketika dimintai keterangan oleh awak media. Ia hanya tersenyum tanpa memberikan pernyataan sebelum menuju mobil dinasnya.
Baca Juga: DPR Gelar Paripurna Hari Ini untuk Sahkan 5 Capim dan Cadewas KPK
Sehari sebelumnya, pada 4 Desember 2024, penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan di sejumlah lokasi, termasuk ruangan di Kantor Gubernur Bengkulu, Sekretaris Daerah, dan Biro Umum.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM), Sekretaris Daerah Isnan Fajri (IF), dan ajudan Gubernur Evriansyah (EV) alias Anca sebagai tersangka. Ketiganya diduga terlibat dalam kasus korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Penyidik KPK langsung menahan ketiga tersangka tersebut di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK untuk 20 hari ke depan.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 KUHP.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Sabtu malam, 23 November 2024. Operasi tersebut dilakukan berdasarkan informasi adanya dugaan pemerasan terhadap pegawai untuk kepentingan pendanaan pilkada.
Dalam operasi senyap itu, KPK menangkap delapan orang. Namun, setelah pemeriksaan lebih lanjut, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara lima lainnya berstatus sebagai saksi.
(Sumber Antara)