Ntvnews.id, Paris - Para anggota parlemen Prancis pada Rabu , 4 Desember 2024 meloloskan mosi tidak percaya terhadap pemerintah, memicu krisis politik yang semakin mendalam di negara dengan ekonomi terbesar kedua di Uni Eropa (UE). Langkah ini mengancam kemampuan legislatif Prancis untuk menangani defisit anggaran yang signifikan.
Dilanir dari DW, Jumat, 6 Desember 2024, menyebut dengan dukungan 331 suara, anggota parlemen dari kubu sayap kanan dan sayap kiri bersatu menentang Perdana Menteri (PM) Michel Barnier.
PM Prancis Michel Barnier Terancam Mundur
Barnier kini harus mengajukan pengunduran diri beserta kabinetnya kepada Presiden Emmanuel Macron. Jika hal ini terjadi, masa jabatannya sebagai pemimpin pemerintahan minoritas selama tiga bulan akan menjadi yang terpendek dalam sejarah Republik Kelima Prancis sejak 1958.
Baca Juga: Dewan Islam Prancis Sambut Baik Rencana ICC Tangkap PM Israel Benjamin Netanyahu
Media lokal melaporkan bahwa Barnier berencana menyerahkan pengunduran dirinya pada Kamis, 5 Desember 2024 pagi waktu setempat.
Langkah ini merupakan respons atas kritik tajam dari kubu oposisi. Barnier dikecam karena menggunakan kekuasaan konstitusional khusus untuk mengesahkan anggaran yang kontroversial tanpa melalui pemungutan suara di parlemen. Anggaran ini bertujuan menghemat €60 miliar atau sekitar Rp1 kuadriliun untuk mengurangi defisit besar negara.
"Realitas (defisit) ini tidak akan hilang hanya dengan mosi tidak percaya," kata Barnier sebelum pemungutan suara, sembari menekankan bahwa tantangan defisit akan tetap ada bagi pemerintahan berikutnya.
Baca Juga: United Tractors Kirim Delegasi Indonesia ke WorldSkills Competition 2024 di Prancis
Tidak ada pemerintahan Prancis yang tumbang dalam mosi tidak percaya sejak era Georges Pompidou pada 1962. Krisis ini bermula dari keputusan Macron menggelar pemilu dadakan pada Juni lalu, yang menyebabkan parlemen menjadi semakin terpecah.
Dampak Politik dan Ekonomi
Jatuhnya pemerintah Barnier membuat posisi Macron semakin melemah. Prancis kini menghadapi risiko tanpa pemerintahan yang stabil atau anggaran 2025, meskipun langkah darurat tersedia untuk menghindari kebuntuan seperti yang kerap terjadi di Amerika Serikat.
Gejolak politik ini juga mengancam stabilitas UE, terutama setelah runtuhnya pemerintahan koalisi Jerman. Ketegangan ini muncul beberapa minggu sebelum Presiden AS Terpilih Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Menteri Pertahanan Prancis yang akan segera mundur, Sebastien Lecornu, memperingatkan bahwa krisis ini bisa berdampak pada dukungan Prancis untuk Ukraina. Sementara itu, partai sayap kiri France Unbowed menuntut pengunduran diri Macron, tetapi pemimpin sayap kanan Marine Le Pen justru menyambut baik kejatuhan Barnier, seraya mengklaim partainya siap memimpin negara.
"Saya tidak mendesak Macron untuk mengundurkan diri," ujar Le Pen. "Tekanan terhadap presiden akan semakin besar, dan hanya dia yang bisa mengambil keputusan itu."
Jalan Keluar Krisis
Ketidakpastian politik membuat investor obligasi dan saham Prancis khawatir. Biaya pinjaman negara ini bahkan sempat melampaui Yunani. Macron kini harus segera mengambil langkah strategis.
Menurut Istana Elysee, Macron akan menyampaikan pidato kepada rakyat pada Kamis malam waktu setempat. Tiga sumber Reuters menyebutkan bahwa Macron berencana menunjuk perdana menteri baru secepat mungkin, dengan target sebelum pembukaan kembali Katedral Notre-Dame pada Sabtu, 7 Desember 2024 , yang akan dihadiri Trump.
Namun, tantangan besar menanti PM baru dalam menghadapi parlemen yang terpecah. Hingga pemilu parlemen berikutnya pada Juli, opsi yang tersedia adalah menunjuk pemerintahan sementara atau menggunakan kekuasaan khusus untuk mengesahkan anggaran 2025 melalui dekrit. Langkah terakhir ini, meskipun memungkinkan secara konstitusional, berisiko menimbulkan biaya politik yang sangat besar.