Ntvnews.id, Seoul - Upaya pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terkait pemberlakuan darurat militer gagal terlaksana akibat tidak terpenuhinya kuorum di parlemen Korea Selatan.
Dilansir dari Yonhap, Minggu, 8 Desember 2024, kegagalan ini menyelamatkan Yoon Suk Yeol dari potensi pelengseran yang memalukan. Namun, situasi tersebut menciptakan ketidakpastian baru bagi masa depan politik negara tersebut.
Pemungutan suara atas usulan pemakzulan diadakan dalam sesi pleno Majelis Nasional, hanya empat hari setelah Yoon mengumumkan darurat militer sebagai respons terhadap apa yang ia sebut sebagai kegiatan "anti-negara" oleh blok oposisi.
Baca Juga: Menlu AS Sangat Prihatin Dengan Deklarasi Darurat Militer Korea Selatan
Keputusan darurat militer itu sendiri dicabut enam jam kemudian, menyusul hasil pemungutan suara yang menolak usulan pemakzulan.
Usulan tersebut gagal mencapai kuorum 200 suara, terutama karena boikot yang dilakukan hampir seluruh anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, kecuali tiga anggota yaitu Ahn Cheol-soo, Kim Yea-ji, dan Kim Sang-wook. Sementara itu, seluruh 192 anggota parlemen oposisi hadir dan memberikan suara.
Setelah gagalnya pemakzulan, Lee Jae-myung, pemimpin oposisi utama dari Partai Demokrat, berjanji untuk terus berusaha memakzulkan Yoon dengan cara lain.
"Kami gagal dan tidak mencapai hasil yang kami inginkan," ujarnya di gedung Majelis Nasional. "Namun, kami tidak akan pernah menyerah," tambahnya.
Baca Juga: Tuduhan Pengkhianatan Presiden Yoon Suk Yeol, Polisi Korea Selatan Lakukan Penyelidikan
Di sisi lain, Perdana Menteri Han Duck-soo menyatakan pemerintah akan berupaya menyelesaikan situasi ini dengan cepat dan menjaga stabilitas bangsa serta kehidupan sehari-hari masyarakat Korea Selatan agar tetap terjamin.
Untuk disahkan, mosi pemakzulan membutuhkan dukungan dua pertiga dari 300 anggota parlemen, yaitu setidaknya delapan anggota PPP harus menyimpang dari keputusan partai mereka dan mendukung usulan tersebut.
Sebagian besar anggota PPP memilih untuk meninggalkan sesi pleno, terutama setelah proses pemungutan suara ulang atas RUU penyelidikan khusus terhadap tuduhan korupsi yang melibatkan ibu negara Kim Keon Hee. Pemungutan suara itu sendiri akhirnya juga ditolak.