Partai Baath Runtuh Setelah 61 Tahun Berkuasa di Suriah

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Des 2024, 15:41
Elma Gianinta Ginting
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kekuasaan 61 tahun Partai Baath di Suriah tumbang pada Minggu (8/12/2024) setelah ibu kota Damaskus lepas dari kendali rezim Assad. Kekuasaan 61 tahun Partai Baath di Suriah tumbang pada Minggu (8/12/2024) setelah ibu kota Damaskus lepas dari kendali rezim Assad. (ANTARA/Anadolu/py)

Ntvnews.id, Ankara dan Damaskus, Suriah - Partai Baath yang berkuasa selama 61 tahun di Suriah runtuh pada hari Minggu, 8 Desember 2024, setelah Damaskus terlepas dari pengendalian rezim Assad.

Partai Sosialis Arab Baath pertama kali mengambil alih pemerintahan Suriah pada tahun 1963 melalui sebuah kudeta militer.

Pada tahun 1970, Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad yang baru saja digulingkan, merebut kekuasaan melalui sebuah kudeta internal dalam partai dan menjadi presiden pada 1971.

Setelah kematian Hafez al-Assad pada tahun 2000, Bashar al-Assad melanjutkan pemerintahan partai Baath.

Namun, rezim Assad dan partai Baath berakhir hari ini ketika kelompok oposisi berhasil menguasai Damaskus, menandai puncak dari serangkaian peristiwa dramatis sejak akhir bulan lalu.

Gelombang protes rakyat yang menuntut kebebasan dimulai pada 2011, namun rezim Assad merespons dengan menggunakan kekerasan terhadap para aktivis yang menyerukan perubahan.

Tindakan represif yang mengakibatkan ribuan korban jiwa ini akhirnya memicu perang saudara di Suriah.

Baca juga: Presiden Macron Resmikan Pembukaan Kembali Katedral Notre-Dame Setelah Restorasi

Meskipun kelompok oposisi bersenjata berjuang selama bertahun-tahun, rezim Assad menolak untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi atau perdamaian, meskipun mendapatkan tekanan dari komunitas internasional dan aktor-aktor regional.

Sejak bentrokan yang memuncak pada 27 November, rezim Assad kehilangan kendali atas berbagai wilayah, dimulai dari Aleppo, Idlib, dan Hama.

Ketika rakyat turun ke jalan di Damaskus, pasukan rezim mulai mundur dari institusi publik dan jalan-jalan kota, sementara kelompok oposisi menguatkan kendali mereka atas pusat kota.

Jatuhnya kekuasaan pasukan Assad di ibu kota menandakan berakhirnya 61 tahun pemerintahan Partai Baath yang penuh dengan kekerasan dan 53 tahun kekuasaan keluarga Assad.

Dalam sebuah video yang dibagikan di media sosial, Mohammad Ghazi al-Jalali, perdana menteri pemerintah Bashar al-Assad, mengungkapkan kesiapan untuk bekerja sama dengan pemerintahan baru yang dipilih oleh rakyat Suriah dan memberikan dukungan penuh.

Al-Jalali menyerukan agar tidak ada kerusakan pada properti publik dan mengatakan, "Kami mengulurkan tangan kepada oposisi, yang telah berjanji untuk tidak melukai siapa pun, dan kini mereka juga mengulurkan tangan kepada kami."

"Suriah adalah milik seluruh rakyat Suriah. Negara ini bisa menjadi negara yang normal dengan hubungan baik dengan tetangganya dan dunia," tambahnya.

"Pilihan ada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat Suriah. Kami siap bekerja sama dengan pemerintah yang baru terpilih dan memberikan dukungan penuh, termasuk mempermudah transfer dokumen negara kepada mereka."

Baca juga: Presiden Suriah Kabur, Pemberontak Sudah Kuasai Ibu Kota Damaskus!

Abu Mohammed al-Jolani, pemimpin kelompok bersenjata anti-rezim Hayat Tahrir al-Sham (HTS), memperingatkan agar tidak ada pihak yang mendekati institusi publik di Damaskus.

Dalam sebuah unggahan di media sosial, ia menegaskan, “Institusi-institusi ini akan tetap berada di bawah pengawasan perdana menteri yang lama hingga resmi diserahkan.”

“Dilarang keras mendekati institusi publik,” tambahnya, serta mengimbau agar tidak ada tembakan perayaan ke udara.

Pada 27 November, bentrokan antara pasukan rezim Assad dan kelompok bersenjata anti-rezim pecah di wilayah pedesaan barat Aleppo, kota besar di Suriah utara.

Pada 30 November, kelompok anti-rezim berhasil merebut sebagian besar pusat kota Aleppo dari pasukan rezim.

Pada hari yang sama, mereka juga berhasil menguasai seluruh provinsi Idlib. Pada 5 Desember 2024, setelah pertempuran sengit, kelompok oposisi merebut pusat kota Hama.

Di provinsi Homs, yang memiliki nilai strategis tinggi sebagai gerbang menuju Damaskus, kelompok anti-rezim merebut sejumlah permukiman dan melancarkan serangan lanjutan.

Pada 6 Desember 2024, kelompok oposisi melancarkan operasi di provinsi Daraa, yang berbatasan dengan Yordania, dan berhasil merebut pusat kota setelah bentrokan.

Pada 7 Desember 2024, seluruh provinsi Suwayda di selatan Suriah jatuh ke tangan kelompok oposisi. Pada hari yang sama, kelompok oposisi lokal di Quneitra berhasil merebut ibu kota provinsi tersebut.

Di provinsi Homs, yang menuju ibu kota, pasukan anti-rezim menguasai pusat provinsi pada hari Sabtu.

Baca juga: Anggota Polri Gugur Saat Tolong Korban Bencana di Sukabumi

Pasukan yang maju melawan rezim Assad memasuki pinggiran selatan Damaskus pada malam Sabtu.

Pasukan rezim juga menarik diri dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan bandara internasional di Damaskus.

Ketika kelompok bersenjata anti-rezim mulai menguasai ibu kota, rezim Assad pada pagi hari Minggu kehilangan seluruh kontrol atas Damaskus.

Dalam Operasi Fajar Kebebasan yang dilancarkan oleh Tentara Nasional Suriah (SNA) terhadap organisasi teroris PKK/YPG di pedesaan Aleppo pada 1 Desember, pusat distrik Tel Rifaat berhasil dibebaskan dari elemen-elemen teroris.

(Sumber: Antara)

x|close