Ntvnews.id, Beijing - Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan bahwa mereka terus memantau perkembangan situasi di Suriah dengan seksama setelah kejatuhan rezim Bashar Al-Assad yang mengakibatkan negara tersebut dikuasai oleh pasukan oposisi.
"Kami mengikuti situasi di Suriah dengan perhatian penuh, berharap stabilitas dapat segera pulih, dan pihak-pihak yang terlibat dapat menemukan solusi politik untuk mengembalikan stabilitas dan ketertiban di negara tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam konferensi pers di Beijing pada Senin, 9 Desember 2024.
Rezim Suriah dipastikan runtuh pada Minggu, 8 Desember 2024, setelah pasukan pemerintah kehilangan kontrol atas Ibu Kota Damaskus yang telah diserbu oleh pasukan oposisi bersenjata sejak Sabtu, 7 Desember 2024.
Baca juga: Antisipasi Hujan Lebat, BPBD Jakarta Siapkan Rp4 M buat Modifikasi Cuaca
"Masa depan Suriah harus ditentukan oleh rakyat Suriah itu sendiri. Kami berharap semua pihak yang terlibat dapat mencapai solusi politik yang mengutamakan kepentingan rakyat Suriah," tambah Mao Ning.
Mao Ning juga menekankan bahwa kedaulatan dan integritas teritorial Suriah harus dihormati.
Namun, ia tidak memberikan jawaban ketika ditanya apakah China telah berkomunikasi dengan Bashar al-Assad.
"Hubungan persahabatan China dengan Suriah adalah untuk seluruh rakyat Suriah," ungkap Mao Ning.
Pertempuran di Damaskus menandai berakhirnya perang saudara Suriah yang telah berlangsung sejak 2011.
Baca juga: Unik! Pengantin Boyolali Bikin Underpass untuk Resepsi Agar Tak Ganggu Orang Melintas
Konflik antara pasukan rezim dan kelompok oposisi meningkat pesat pada 27 November 2024, dimulai dari kawasan pedesaan barat Aleppo, sebuah kota besar di Suriah utara.
Selama sepuluh hari, pasukan oposisi melancarkan serangan kilat, merebut kota-kota penting mulai dari Idlib dan Aleppo pada 30 November, Hama pada 5 Desember, hingga pada Minggu, 7 Desember 2024, mereka berhasil merebut Damaskus dan beberapa wilayah penting lainnya di Suriah.
Kemajuan cepat ini, yang didukung oleh pasukan militer yang beralih pihak, menyebabkan runtuhnya rezim Assad setelah 13 tahun perang saudara.
Peristiwa ini menandai berakhirnya rezim Partai Baath, yang telah memerintah Suriah sejak tahun 1963.
Bashar Al-Assad, pemimpin rezim Baath yang digulingkan, memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan melarikan diri ke Rusia.
Baca juga: Pengakuan mengejutkan Febby Rastanty: Gak Pernah Diajari Salat Gegara Ortu Beda Agama
Istana Kepresidenan Rusia, yang juga dikenal sebagai Kremlin, mengonfirmasi pada Senin bahwa Bashar al-Assad dan keluarganya telah diberi suaka oleh Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengungkapkan bahwa mereka tengah melakukan pembicaraan dengan Turki dan negara-negara lain di kawasan tersebut terkait isu Suriah.
Rusia juga menyatakan dukungannya untuk melaksanakan proses politik yang inklusif sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2254 yang disahkan pada 2015.
(Sumber: Antara)