Ntvnews.id, Jakarta - Dewan Pers sedang menyusun panduan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dalam pembuatan karya jurnalistik. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut media massa bisa memanfaatkan AI, namun tetap harus digunakan secara bijaksana.
"Apakah nggak boleh dipakai? Boleh, seperti yang tadi saya sampaikan, boleh diambil. Kita harus adaptif dengan seluruh teknologi yang mungkin saja akan terus berubah, harus adaptif," ujar Ninik usai 'Seminar Nasional Jurnalisme Versus AI' di Jakarta Pusat, Rabu, 11 Desember 2024.
Ia mengungkapkan, Dewan Pers telah menyusun panduan penggunaan AI untuk karya jurnalistik. Panduan itu dinilai penting agar karya jurnalistik tetap akurat.
"Dewan Pers sudah menyusun panduan penggunaan AI dalam karya jurnalistik. Kita memang punya peraturan kode etik jurnalistik, kita sudah punya itu," tuturnya.
"Kita punya pedoman media sibernya, tetapi khusus AI, kita perlu tetap membuat pedoman kerja, panduannya seperti apa? Siapa saja yang harus melakukan akurasi? Lalu dengan cara apa akurasinya? Apa dampaknya kalau tidak dilakukan proses akurasi. Dan itu bukan hanya kerja jurnalis, kerja wartawan, kerja redaksi, tapi juga perusahaan," imbuh Ninik.
Panduan penggunaan AI untuk industri media akan dirilis dalam waktu dekat. Menurut Ninik, panduan penggunaan AI sangat penting, terutama terkait hak cipta.
"Mudah-mudahan minggu depan ini sudah. Karena sudah uji publik kemarin. Karena AI ini bukan hanya soal kode etik jurnalistiknya, tapi juga ada soal keamanan data pribadi. Lalu juga ada soal hak cipta," kata dia.
Ninik pun meminta, penggunaan AI tidak boleh membuat pemberitaan kehilangan kredibilitas. Panduan ini dibuat agar karya jurnalistik yang dihasilkan dengan AI tetap bertanggung jawab.
"Jadi satu prinsipnya adalah transparan. Jadi ini soal integritas ya, soal kredibilitas. Ketika menggunakan AI, dia harus mencantumkan sumbernya ini yang mana nih. Karena ini penting banget. Untuk juga nanti kalau misalnya ada konflik pemberitaan, itu bagian dari pertanggungjawaban," kata dia.
Lebih lanjut, Ninik mengingatkan akan pentingnya berpikir kritis di tengah banjirnya informasi dari media sosial hingga propaganda. Sikap kritis dapat menghindarkan masyarakat dari opini yang menyesatkan.
"Propaganda sering mengandalkan emosi sebagai daya tariknya, apakah itu emosi mengarah kepada ketakutan, patriotisme, kemarahan. Orang berpikir kritis akan mengenali sebuah pesan manipulasi emosional untuk mengaburkan nilai-nilai yang sifatnya rasional," tandasnya.