Ntvnews.id, Pyongyang - Media pemerintah Korea Utara (Korut) pada Rabu melaporkan untuk pertama kalinya mengenai upaya yang gagal dari Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, dalam memberlakukan darurat militer pada 3 Desember lalu. Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) menuduh Presiden Yoon sebagai penyebab kekacauan di seluruh negeri Korea Selatan.
"Insiden mengejutkan dari rezim boneka Yoon Suk Yeol... yang tiba-tiba mengumumkan dekret darurat militer, dan tanpa ragu-ragu menggunakan tirani untuk menekan rakyat telah mendatangkan malapetaka di seluruh Korea Selatan," demikian pernyataan KCNA.
Laporan serupa juga diterbitkan oleh surat kabar Korut, Rodong Sinmun, yang menampilkan foto demonstrasi di depan gedung parlemen Korea Selatan di Seoul.
Baca Juga: AS Sebut Ribuan Tentara Korut Segera Dikerahkan untuk Perang Melawan Ukraina
"Beberapa helikopter dan pasukan darurat militer bersenjata lengkap, termasuk organisasi gangster Komando Perang Khusus Angkatan Darat, dikerahkan untuk mengisolasi Majelis Nasional," ungkap laporan tersebut.
Media Korut menjelaskan secara rinci mengenai pengumuman darurat militer itu, yang diumumkan pada Selasa malam pekan lalu dan dicabut enam jam kemudian. Mereka juga mengangkat isu kegagalan mosi pemakzulan terhadap Yoon.
Surat kabar itu turut mengutip pernyataan para demonstran, yang menyebut Yoon sebagai "bencana" dan mendesak agar presiden Korsel segera "dimakzulkan" dan "dihukum."
"Masyarakat internasional sedang mengamati dengan saksama, menilai bahwa insiden darurat militer tersebut menyingkap kelemahan di dalam masyarakat Korea Selatan... dan bahwa kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa segera berakhir," tambah laporan tersebut.
Sebelum pemberitaan ini, Korut sebelumnya diam terkait krisis politik yang dipicu oleh tindakan Yoon.
Baca Juga: Siapa Perang! Korut Klaim 1,4 Juta Anak Mudanya Gabung Militer
Sejak insiden tersebut, Yoon dilarang bepergian ke luar negeri dan menghadapi berbagai tuduhan, termasuk pemberontakan dan pengkhianatan.
Sementara itu, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun secara resmi ditangkap pada Selasa, 10 Desember setelah sempat ditahan pada Minggu, 8 Desember 2024. Kim dituduh melakukan pengkhianatan dan sejumlah pelanggaran hukum lainnya, termasuk merencanakan perang dengan Korea Utara untuk melegitimasi penerapan status darurat militer.
Pada Rabu pagi, polisi juga menangkap Komisaris Polisi Nasional Cho Ji-ho dan Kepala Kepolisian Seoul Kim Bong-sik terkait penyelidikan atas pernyataan darurat militer tersebut.
Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa menolak penggulingan Yoon melalui pemungutan suara di parlemen, sementara Partai Demokrat oposisi utama berencana mengajukan mosi baru untuk memakzulkan presiden pada Rabu.
Yoon, yang menjabat pada 2022 untuk masa bakti lima tahun, sebelumnya berhasil lolos dari mosi pemakzulan akhir pekan lalu karena parlemen gagal mencapai kuorum 200 anggota.
Namun, pada Selasa, blok oposisi yang didukung oleh 210 anggota parlemen berhasil meloloskan rancangan undang-undang yang menunjuk jaksa khusus untuk menyelidiki Yoon.