Ntvnews.id, Jakarta - Besaran uang kuliah tunggal (UKT) menjadi perbincangan hangat di masyarakat belakangan ini, terutama di kalangan lembaga pendidikan tinggi atau kampus.
Kenaikan biaya UKT di beberapa universitas di Indonesia juga memunculkan protes dan keberatan dari para mahasiswa.
Ketentuan UKT terbaru telah tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.
"UKT sebelumnya juga mahal, tapi saya melihat tidak ada perubahan secara signifikan, baik dari sisi perbaikan infrastruktur maupun kualitas pendidikan. Catatan saya untuk kualitas pendidikan di level regional maupun global masih jalan di tempat bahkan kecenderungan kualitas pendidikan tinggi menurun," ujar pengamat yang juga Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji saat menjadi narasumber dalam program NTV Prime di Nusantara TV, Senin (27/5/2024).
Selain itu, menurutnya, dari sisi akses terhadap warga negaranya juga mengalami penurunan.
"Dari sisi kualitas perguruan tinggi menurun. Karena itu menjadi tanya besar publik, sebenarnya perguruan tinggi kita ini bagaimana pengelolaan, karena sudah diserahkan kepada PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), pemerintah tidak lagi tanggung jawab. Tetapi dari sisi kualitas juga masih morat-marit," sambungnya.
Padahal, lanjut dia, PTNBH diberi hak otonom oleh pemerintah agar lebih mandiri termasuk dalam mengelola anggaran institusinya.
"Mestinya ketika PTNBH ini diberikan keleluasaan, otonomisasi untuk menentukan baik secara akademik maupun pembiayaan soal keuangan, maka kontrol mekanisme pengawasan dilakukan oleh pemerintah maupun Kemendibudristek. Tapi nyatanya juga masih ada gap yang sangat besar," imbuhnya.
Ketika PTN berubah menjadi PTNBH atas nama otonomisasi yang membuat mereka memiliki kewenangan sendiri untuk menentukan tarif, bidang akademik dan juga yang lainnya.
"Maka PTNBH ini bisa merasa jalan sendiri dan mekanisme pengawasan dari Kemendikbudristek juga lepas, sehingga begitu ada suara-suara dari masyarakat, protes-protes dari mahasiswa, kemudian responnya sangat lambat," jelas Ubaid.
"Itulah yang pada mulanya PTNBH ini banyak ditentang oleh masyarakat, tetapi pemerintah tetap ngotot, PTNBH ini justru membuka akses yang seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Indonesia, tapi nyatanya hari ini faktanya sudah jelas evidence based-nya di mana-mana terjadi."
"Ternyata PTNBH ini tidak memperluas akses, tapi justru mempersempit akses. Hanya kalangan tertentu saja yang bisa mengakses perguruan tinggi hari ini," tukas Ubaid.